Bank-bank Indonesia yang ingin mempertahankan dan meningkatkan jumlah konsumen perlu meningkatkan tanggapan penanganan penipuan

Jakarta, Indonesia--(ANTARA/Business Wire)- FICO (NYSE: FICO):

Hal Utama

 • 1 dari 6 konsumen Indonesia akan berpindah bank lain bila tidak puas dengan tanggapan bank mereka terkait penanganan penipuan
 • 34 persen konsumen Indonesia paling mengkhawatirkan penipuan berupa Pengambilalihan Rekening (ATO), diikuti oleh pencurian identitas (29%)
 • 13 persen konsumen Indonesia berpikir bahwa seharusnya bank berusaha lebih keras dalam melindungi mereka

Menurut survei global FICO yang terbaru tentang penipuan, 1 dari 6 konsumen Indonesia akan berpindah bank lain bila tidak puas dengan tanggapan bank mereka terkait penanganan penipuan. Hal ini terjadi pada titik, pasca pandemi, di mana 67 persen konsumen mengatakan bahwa mereka akan terus melakukan semua perbankan mereka secara online. Indonesia juga melaporkan tingkat penipuan yang lebih tinggi daripada sebagian besar pasar dalam survei ini.

Dengan Indonesia memiliki sekitar 135 juta nasabah perbankan, 1 dari 6 konsumen Indonesia ini masih mewakili churn sekitar 21 juta orang yang memberikan peluang bagi institusi yang dapat mengelola masalah ini dengan baik. 


Konsumen Indonesia Paling Mengkhawatirkan Penipuan Pengambilalihan Rekening (ATO), Namun Mungkin Mengabaikan Ancaman Lain yang Timbul

Menurut survei yang dilakukan di belasan negara ini, konsumen Indonesia paling mengkhawatirkan Penipuan ATO (34%), diikuti oleh pencurian identitas (29%). Namun hanya 23 persen konsumen yang pernah mengalami penipuan ATO, jadi persentase konsumen yang mengkhawatirkan penipuan ATO jauh melebihi jumlah konsumen yang pernah mengalaminya.

Di saat yang sama, ada berbagai penipuan lain yang muncul namun mungkin kurang diperhatikan oleh konsumen Indonesia. Meskipun hanya 17 persen konsumen Indonesia paling mengkhawatirkan penipuan kartu, lebih dari 70 persen transaksi kartu kredit internet di Indonesia merupakan penipuan. Selain itu, meskipun lebih dari separuh (54%) konsumen Indonesia berencana lebih sering menggunakan pembayaran instan di tahun mendatang, hanya 10 persen yang paling mengkhawatirkan penipuan terkait pengiriman pembayaran instan ke penipu - jenis kejahatan ini disebut penipuan Authorized Push Payment (APP).

““Penipuan APP menjadi masalah yang kian serius di Indonesia karena penggunaan pembayaran instan meningkat amat pesat,” kata CK Leo, pimpinan FICO bidang kejahatan penipuan, keamanan, dan keuangan di Asia Pasifik. "Penipu tertarik pada sistem ini karena sistem ini menghapus dana secara instan, sehingga memungkinkan mereka untuk menipu korban dan kemudian mencuci dana melalui labirin rekening."Melindungi pembayaran real-time mereka memerlukan analitik yang mencari perubahan dalam perilaku pelanggan seperti menggunakan akun atau perangkat di luar kebiasaan mereka yang biasa, serta anomali standar seperti waktu atau frekuensi transfer. FICO telah menemukan bahwa penggunaan profil perilaku pelanggan yang ditargetkan untuk mendeteksi penipuan telah memberikan hasil yang mengesankan dengan terdeteksinya 50 persen lebih banyak transaksi penipuan."

Menyeimbangkan Perlindungan Optimal Dari Penipuan dengan Kenyamanan

Di Indonesia, 47 persen responden survei mengatakan bahwa mereka telah melaporkan dugaan penipuan atau penipuan sebenarnya kepada bank mereka. Jumlah ini lebih tinggi dari rata-rata jumlah global, yaitu 41 persen. Meskipun demikian, sebagian besar konsumen Indonesia (85 persen) mengatakan bahwa bank mereka sudah cukup berusaha mengamankan simpanan uang mereka. Hanya 13 persen responden berpendapat bahwa seharusnya bank berusaha lebih baik, namun jumlah ini masih setara dengan kemungkinan lebih dari 17 juta konsumen yang memiliki pendapat buruk.

Dalam hal kenyamanan, 44 persen konsumen Indonesia paling jengkel karena terlambat atau tidak mendapat peringatan transaksi penipuan. Selanjutnya, 29 persen konsumen tidak suka bila bank mengubah metode otentikasi konsumen.

"Peningkatan adopsi mode pembayaran digital tidak hanya memperluas permukaan serangan penipuan, tetapi juga membuat serangkaian masalah pengalaman pelanggan yang lebih kompleks," jelas Leo. "Hal ini mengadu kebutuhan akan manajemen penipuan yang unggul dengan keinginan untuk komunikasi pelanggan yang lebih mudah, otentikasi, dan preferensi verifikasi."

Persepsi Keamanan adalah Segalanya

Survei ini juga memperlihatkan kaitan antara persepsi efektivitas metode keamanan dan preferensi penggunanya.

Untuk verifikasi pembayaran, 37 persen responden memilih metode SMS meskipun ada risiko keamanan seperti penipuan pertukaran kartu SIM. Selanjutnya, 22 persen responden memilih metode email dan hanya 18 persen memilih menggunakan aplikasi bank mereka.

15 persen responden siap beralih ke aplikasi pengiriman pesan milik pihak ketiga. Bahkan, konsumen Indonesia dua kali lebih memilih aplikasi pengiriman pesan milik pihak ketiga untuk verifikasi pembayaran dibanding kelompok survei global lainnya. Sebagian besar dari kelompok ini, yaitu 70 persen, lebih menyukai perbankan online dan 54 persen berencana lebih sering menggunakan pembayaran instan di tahun mendatang. Ini menunjukkan kesediaan mereka menggunakan teknologi perbankan baru.

Karena beragam preferensi di seluruh saluran digital dan tradisional di kalangan konsumen Indonesia, bank perlu memenuhi berbagai preferensi selagi tetap mendorong konsumen untuk menggunakan saluran komunikasi yang paling aman dan paling terjamin.

“Konsumen mengembangkan rasa percaya dan kenyamanan dalam cara melakukan sesuatu, terutama bila sejauh ini telah melindungi mereka dari penipuan,” kata Leo. “Karena itu, konsumen memerlukan waktu untuk mengembangkan kepercayaan pada metode keamanan baru meskipun metode itu lebih baik. Bank harus tetap fleksibel, namun menemukan berbagai cara untuk menunjukkan bahwa saluran baru dapat dipercaya, efektif, dan lebih nyaman.”

Survei ini diadakan pada bulan September 2021 oleh perusahaan riset independen yang mematuhi standar industri riset. 1.001 orang dewasa Indonesia disurvei, di samping 11.027 konsumen lainnya di Brasil, Kanada, Chili, Kolombia, Jerman, India, Meksiko, Afrika Selatan, Thailand, Inggris, dan AS.

Tentang FICO

FICO (NYSE: FICO) mendukung keputusan yang membantu orang-orang dan bisnis di seluruh dunia meraih kesuksesan. Didirikan pada tahun 1956, perusahaan ini merupakan pelopor dalam penggunaan analitik prediktif dan ilmu data untuk meningkatkan keputusan operasional. FICO memiliki lebih dari 205 hak paten AS maupun asing di bidang teknologi yang meningkatkan profitabilitas, kepuasan pelanggan, dan pertumbuhan bisnis di bidang jasa keuangan, telekomunikasi, perawatan kesehatan, ritel, dan banyak industri lainnya. Berbagai bisnis di lebih dari 120 negara menggunakan solusi FICO untuk melakukan banyak hal, mulai dari melindungi 2,6 miliar kartu pembayaran dari penipuan hingga membantu masyarakat mendapatkan kredit, serta memastikan bahwa jutaan pesawat terbang dan mobil sewa berada di tempat yang tepat dan di waktu yang tepat.

Lebih lanjut di http://www.fico.com.
Bergabunglah dengan percakapan di https://twitter.com/fico & http://www.fico.com/en/blogs/
Untuk sumber berita dan media FICO, kunjungi www.fico.com/news.

FICO adalah merek dagang terdaftar milik Fair Isaac Corporation di A.S. dan negara-negara lain.

Pengumuman ini dianggap sah dan berwenang hanya dalam versi bahasa aslinya. Terjemahan-terjemahan disediakan hanya sebagai alat bantu, dan harus dengan penunjukan ke bahasa asli teksnya, yang adalah satu-satunya versi yang dimaksudkan untuk mempunyai kekuatan hukum.

Kontak
Neil Mirano
RICE for FICO
+65 3157 5680

Saxon Shirley
FICO
+65 9171 0965

Sumber: FICO

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2022