Orang yang mengalami stres berkepanjangan akan menjadi lebih mudah sakit termasuk sakit fisik
Jakarta (ANTARA) - Psikiater dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Cipto Mangunkusumo dr. Gina Anindyajati, SpKJ mengatakan bahwa stres berkepanjangan tak hanya berdampak buruk terhadap status kesehatan mental namun juga fisik sehingga penderitanya akan mudah sakit.

"Orang yang mengalami stres berkepanjangan akan menjadi lebih mudah sakit termasuk sakit fisik," kata Gina dalam peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia yang digelar daring oleh Puskesmas Ciracas Jakarta Timur, diikuti di Jakarta, Jumat.

Ia menjelaskan bahwa ketika seseorang mengalami stres, tubuhnya akan memproduksi hormon stres secara berlebihan yang menyebabkan peradangan pada sel-sel tubuh.

Lebih lanjut, kata dia, hormon stres juga akan membuat seseorang mengalami kelelahan kronis. Kemudian, metabolisme dan daya tahan tubuhnya juga akan menurun.

Adapun salah satu kondisi fatal yang bisa diderita oleh orang dengan stres berkepanjangan, kata dia, adalah penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah yang membuat dia berisiko terkena stroke.

Baca juga: Psikiater: Masyarakat perlu terlibat dalam penanganan ODGJ

Baca juga: Psikiater: Perempuan lebih rentan kena depresi


"Ketika hormon stres dilepaskan, hormon ini akan bekerja di bagian tubuh tertentu, salah satunya pembuluh darah. Ketika hormon stres bekerja di pembuluh darah, dia akan menimbulkan peradangan di pembuluh darah sehingga meningkatkan kerentanan terbentuknya plak," jelas Gina.

"Ketika lemak atau plak ini menumpuk di pembuluh darah, ini akan menimbulkan sumbatan. Ketika pembuluh darah tersumbat, maka bisa terjadi stroke. Itulah mengapa orang stres bisa lebih rentan sakit fisik," sambungnya.

Menurut Gina, stres memang telah menjadi masalah besar selama pandemi COVID-19. Ia mengatakan, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa (PDSKJI) telah mengumpulkan data mengenai kesehatan jiwa melalui kuesioner swaperiksa.

Ia mengemukakan bahwa selama dua tahun terakhir, sebanyak 14.988 orang telah mengakses swaperiksa di laman resmi PDSKJI. 75,8 persen di antaranya adalah perempuan.

Dari hasil swaperiksa tersebut, 75 persen terindikasi mengalami masalah psikologis mulai dari masalah kecemasan, depresi, hingga keinginan untuk melukai diri sendiri atau bahkan bunuh diri.

Baca juga: Psikiater: Gangguan cemas punya gejala mirip depresi

Baca juga: Dinkes DKI: Masalah kesehatan jiwa harus dideteksi sejak dini

Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022