Jakarta (ANTARA) - Pameran seni Rekam Masa yang diselenggarakan di Museum Nasional pada 28 Oktober hingga 6 November 2022 memperkenalkan teknologi blockchain  bagi para seniman.

"Pameran ini juga memperkenalkan kelebihan teknologi blockchain untuk merekam portofolio seorang seniman, jejak sebuah karya dan menyimpan sertifikat keasliannya dalam bentuk digital, " ujar pendiri Artopologi Intan Wibisono, di Jakarta, Senin.

Dia menambahkan penyelenggaraan pameran itu didorong oleh semangat mendukung konvergensi dunia seni dengan teknologi.

“Berangkat dari keinginan untuk berkontribusi dalam dunia seni, kami ingin menghubungkan ekosistem seni dengan inovasi teknologi, sebagai gerbang baru pembuka jalan bagi seni untuk terus tumbuh dan bergerak maju,” kata dia.

Baca juga: Museum Nasional hadirkan pameran seni rupa terintegrasi blockchain

Pameran tersebut mengambil tema perjalanan waktu antara seni yang berpadu dengan teknologi. Makna Rekam Masa juga mengacu pada stempel waktu (time stamps) yang menjadi landasan teknologi blockchain, dimana setiap karya seni dalam pameran ini terintegrasi ke dalam jaringan tersebut.

Teknologi itu dikenal unggul untuk mencatat sejarah data karya dan peristiwa seni, karena aman, transparan, otomatis, dan terdesentralisasi. Karena itu, integrasi antara seni dengan teknologi adalah keniscayaan untuk mendorong perkembangan dunia seni bertumbuh mengikuti zaman.

Karya seni fisik yang ditampilkan dalam Rekam Masa, di antaranya lukisan, fotografi, patung, instalasi, pertunjukan, serta fashion masterpiece dari para seniman senior seperti, Teguh Ostenrik, Galam Zulkifli, Dipo Andy, Mang Moel, FJ Kunting, Rinaldy Yunardi, Didi Budiarjo, Ghea Panggabean, Joshua Irwandi, dan para seniman muda lainnya. Juga terdapat sajian karya seni digital dan instalasi art wedding.

Pada kesempatan sama, juga diluncurkan marketplace (lokapasar) Artopologi.com sebagai platform bertemunya para pencipta dan pecinta seni, sekaligus penyedia layanan sertifikasi keaslian digital berbasis blockchain untuk karya seni fisik, seperti lukisan, patung, instalasi seni, objek seni, yang bersifat unik atau tidak ada duanya.

Baca juga: Telkom-LPH Hidayatullah kerja sama pemanfaatan teknologi blockchain

Ia menjelaskan saat ini teknologi telah bergerak menuju Web3 yang merupakan generasi ketiga dari jaringan internet.

“Artopologi ingin mengambil andil dalam membantu para seniman dan pecinta seni mengadopsi teknologi Web3. Setiap karya seni yang ditampilkan akan kami daftarkan di blockchain untuk mendapatkan sertifikat digital yang menjamin keotentikannya. Certificate of Authenticity (COA) ini juga berfungsi mengoptimalkan perlindungan hak penciptanya, sekaligus memberikan rasa aman bagi pecinta seni yang mengoleksi karya tersebut,” kata Intan.

Anggota Dewan Pengawas Badan Layanan Umum Museum dan Cagar Budaya, Ricky Pesik menyampaikan apresiasi dan dukungannya atas inisiatif Artopologi menyediakan platform yang dapat dibilang eksperimental, namun sangat penting untuk perkembangan ekosistem seni rupa kontemporer secara keseluruhan.

Baca juga: Akademisi UII: "Blockchain" solusi persoalan hak cipta di era digital

Baca juga: Teknologi NFT kurangi pembajakan karya seni dan teknologi


“Semoga akan hadir pameran-pameran dengan terobosan, konsep, dan model baru yang memberi ruang kepada seniman-seniman kita menampilkan cara-cara baru kepada publik,” kata Ricky.

Artopologi.com adalah perusahaan teknologi rintisan yang menginisiasi Indo NFT Festiverse di Yogyakarta pada April 2022, dan kurasi pameran Virtual Reality di NXC International Summit di Bali pada Agustus 2022.

Pewarta: Indriani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022