Tokyo (ANTARA) - Dolar AS tergelincir dari dekat tertinggi satu minggu terhadap mata uang utama lainnya di sesi Asia pada Rabu sore, karena para pedagang gelisah jelang keputusan suku bunga Federal Reserve yang juga akan memberikan petunjuk tentang jalur kebijakan mendatang.

Yen berkinerja baik, melihat ledakan kekuatan tiba-tiba pada pertengahan pagi waktu Jepang, dengan para pedagang waspada terhadap kemungkinan intervensi di sekitar pertemuan Fed.

Dolar Australia dan Selandia Baru yang sensitif terhadap risiko juga menguat, didukung oleh reli di pasar ekuitas China.

Indeks dolar - yang mengukur greenback terhadap sekeranjang enam mitra utamanya yang mencakup yen, euro dan sterling - turun 0,14 peren menjadi 111,32, tetapi masih tidak jauh di bawah tertinggi Selasa (1/11/2022) di 111,78, level terkuat sejak 25 Oktober.

Indeks naik semalam, turun cepat di pembukaan Eropa hanya untuk memulihkan kerugian setelah data AS menunjukkan tekanan harga yang berkelanjutan, meredam spekulasi perubahan arah Fed tahun ini. Lowongan pekerjaan AS secara tak terduga naik, menunjukkan pertumbuhan upah tetap tinggi, sementara belanja konstruksi rebound yang mengejutkan. Investor secara luas memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bps) pada Rabu, kenaikan keempat berturut-turut. Tetapi untuk pertemuan Desember, pasar berjangka terpecah pada kemungkinan kenaikan 75 atau 50 basis poin di tengah isyarat baru-baru ini dari pejabat Fed tentang potensi perlambatan dalam langkah pengetatan.

"Dalam pandangan The Fed, menempatkan AS ke dalam resesi masih merupakan kejahatan yang lebih kecil daripada tidak mengatasi tekanan harga-harga yang mengakar," Chris Weston, kepala penelitian di Pepperstone, menulis dalam catatan klien, dikutip dari Reuters.

"Tampaknya sangat tidak mungkin bahwa Fed ingin mendorong reaksi positif dalam aset-aset berisiko, dan risiko terhadap pasar dalam pikiran saya condong ke reaksi hawkish - ekuitas naik, imbal hasil obligasi dan dolar lebih rendah."

Indeks dolar telah melonjak lebih dari 15% tahun ini karena The Fed telah menaikkan suku bunga dengan tajam, menghancurkan mata uang lain dan menumpuk tekanan pada ekonomi global.

Yen sangat rentan terhadap kekuatan dolar, mendorong Kementerian Keuangan dan bank sentral Jepang (BoJ) intervensi guna mendukung mata uang pada September untuk pertama kalinya sejak 1998.

Pihak berwenang Jepang secara luas diduga telah melakukan beberapa kali intervensi lagi pada Oktober untuk menarik yen kembali dari posisi terendah 32 tahun hanya sedikit di 152 per dolar, meskipun mereka menolak untuk mengkonfirmasi tindakan apapun.

Pada Rabu, mata uang Jepang tiba-tiba melonjak sekitar setengah yen menjadi 147,4 per dolar, dan kemudian memperpanjang kenaikan tersebut sejauh 147,165 sebelum mundur kembali. Dolar terakhir turun 0,44 persen pada 147,575 yen.

"Ini tidak terlihat seperti intervensi bagi saya," kata Ray Attrill, kepala strategi valas di National Australia Bank.

"Pada tiga kesempatan yang kita ketahui, BoJ melakukan intervensi dalam ukuran besar dan berulang kali, dan jika kita melihat intervensi sekarang - kecuali polanya telah berubah - saya perkirakan kita akan melihat pergerakan yang jauh lebih signifikan yang akan berlanjut sekarang."

Lompatan awal yen bertepatan dengan beberapa peristiwa yang bisa memainkan peran, kata para analis, termasuk penurunan imbal hasil oblogasi pemerintah AS jangka panjang, di mana tingkat dolar-yen berkorelasi kuat.

Pejabat Jepang juga berbicara di parlemen, termasuk Gubernur BoJ Haruhiko Kuroda, yang mengatakan bahwa meningkatkan fleksibilitas dalam kebijakan pengendalian kurva imbal hasil bisa menjadi pilihan di masa depan, dan Menteri Keuangan Shunichi Suzuki, yang mengatakan di kemudian hari bahwa pemerintah khawatir tentang stabilitas depresiasi yen serta pergerakan spekulatif.

BoJ juga merilis risalah pertemuan kebijakan terbaru sekitar waktu itu, dengan seorang anggota mengatakan bank harus waspada terhadap inflasi yang melampaui batas, mungkin disebabkan oleh pelemahan yen.

Korea Utara juga menembakkan beberapa rudal pada waktu yang bersamaan.

Sementara itu, euro naik tipis 0,14 persen menjadi 0,9887, tetapi masih mendekati level terendah satu minggu sesi sebelumnya di 0,98535 dolar.

Sterling naik 0,24 persen menjadi 1,1513 dolar, tetapi tetap tidak jauh dari level terendah satu minggu Selasa (1/11/2022) di 1,14365 dolar.

Bank sentral Inggris akan mengumumkan keputusan kebijakannya pada Kamis (3/11/2022), dan pasar memperkirakan kenaikan 75 basis poin juga, diikuti oleh perlambatan ke kecepatan 50 basis poin pada Desember.

Aussie naik 0,43 persen menjadi 0,6421 dolar, dengan Hong Kong memimpin reli di saham China pada Rabu karena spekulasi mulai berkembang tentang pembukaan kembali ekonomi.

China adalah pelanggan utama ekspor komoditas Australia, menjadikan aset Australia, khususnya dolar Australia, sebagai proksi bagi pelaku pasar untuk mendapatkan eksposur ke China.

Dolar Selandia Baru naik 0,46 persen menjadi 0,5866 dolar AS, mengumpulkan dukungan tambahan setelah laporan pekerjaan yang optimis memperkuat alasan kenaikan suku bunga super besar bulan ini dari bank sentral Selandia Baru.

Baca juga: Dolar AS jatuh di awal sesi Asia jelang keputusan Fed, yen melonjak
Baca juga: Saham Asia goyah, dolar turun jelang keputusan kebijakan Fed
Baca juga: Dolar jatuh, investor prediksi Fed akan perlambat kenaikan suku bunga

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022