Jakarta (ANTARA) - Survei perkiraan hasil awal atau exit poll dari pemilihan umum (pemilu) parlemen Israel pada Selasa (1/11) menunjukkan bahwa kubu pimpinan mantan perdana menteri (PM) Benjamin Netanyahu memiliki peluang yang bagus untuk kembali berkuasa setelah pemilihan umum kelima negara itu sejak 2019.

Exit poll dari tiga saluran TV utama Israel menunjukkan bahwa Netanyahu, yang pernah lama memimpin Israel, bersama aliansinya dari partai sayap kanan ekstrem dan Ultra-Ortodoks memenangkan 61-62 kursi dari 120 kursi parlemen, yang menunjukkan mereka memiliki cukup kursi di parlemen untuk membentuk pemerintahan koalisi yang berkuasa.

Berbicara dengan para pendukungnya di markas kampanyenya, Netanyahu mengatakan bahwa hasil awal tersebut merupakan "awal yang baik," dan menyerukan kepada para pendukungnya agar menunggu hasil akhir. Exit poll menunjukkan partai Likud Netanyahu memenangkan 30 hingga 31 kursi.

Partai Yesh Atid yang dipimpin oleh PM Israel Yair Lapid diperkirakan memperoleh 22-24 kursi dan aliansinya yang lebih luas akan mengamankan 54 hingga 55 kursi, menurut exit poll tersebut.

Lapid, pada Rabu (2/11) pagi waktu setempat, mengatakan bahwa masih terlalu dini untuk menyimpulkan tentang hasil akhir pemilu. "Tidak ada yang diputuskan" sampai surat suara terakhir dihitung, tutur Lapid. Baik Netanyahu maupun Lapid belum mengeklaim kemenangan.

Exit poll juga menunjukkan bahwa Partai Zionis Religius yang dipimpin anggota parlemen ultranasionalis Itamar Ben-Gvir memenangkan 14-15 kursi, yang menjadi partai terbesar ketiga di Israel. Bezalel Smotrich, ketua Partai Zionis Religius, mencuit di Twitter bahwa partainya "mencetak sejarah." Pemimpin propemukim itu menulis: "Ini adalah hari di mana Tuhan menurunkan wahyu dan kami bersukacita di dalamnya."

Hadash-Ta'al, aliansi dua partai Arab yang tidak mendukung kubu mana pun, diproyeksikan memenangkan empat kursi, menurut exit poll.

Pemilu tersebut diadakan setelah pemilu sebelumnya digelar hingga berulang kali dengan hasil yang kurang meyakinkan, sehingga melumpuhkan sistem politik Israel selama hampir empat tahun.

Dalam pernyataannya pada Selasa, Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) mengecam pemilu tersebut, dengan mengatakan bahwa pemilu itu "tidak akan memberikan legitimasi apa pun kepada Israel."

Siapa pun yang memenangkan pemilu itu, "Israel akan tetap menjadi kekuatan pendudukan permanen di tanah Palestina," kata Abdul Latif al-Qanou, juru bicara Hamas di Gaza, dalam sebuah pernyataan.

Pewarta: Xinhua
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2022