Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Koperasi dan UKM menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang keuangan mikro yang akan menjadi payung hukum bagi keberadaan lembaga keuangan mikro (LKM) selain dari UU yang sudah ada saat ini. "Kita yang akan menjadi motor penggerak pembuatan Perpres tersebut meski yang jadi aktor utamanya adalah Departemen Keuangan," kata Deputi Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Eriyatno kepada pers di Jakarta, Jumat. Perpres yang ditargetkan selesai akhir tahun ini, katanya, perlu segera diselesaikan karena begitu banyaknya LKM yang tumbuh saat ini. Sementara keberadaan UU Lembaga Keuangan sendiri meski dirasakan mendesak, pihak DPR belum menganggap ini merupakan prioritas utama. "Untuk pembuatan UU butuh waktu lama terutama di DPR dan ini kelihatannya jauh sekali dari prioritas. Kalau kita tunggu akan terlalu lama padahal pertumbuhan LKM begitu pesat," katanya dan menambahkan Perpres ini bisa ditingkatkan menjadi Peraturan Pemerintah dan bahkan UU. Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sendiri sebenarnya telah menyiapkan RUU Lembaga Keuangan Mikro. Namun hingga kini RUU tersebut belum bisa diselesaikan. Dalam Perpres itu, katanya, akan diatur soal badan hukum karena selama ini banyak LKM yang beroperasi tanpa badan hukum. Meski demikian, Eriyatno mengakui bahwa tidak semua LKM nantinya harus berbadan hukum. "Kalau seperti BMT yang ruang lingkupnya kecil hanya melayani 20 orang saja ya belum perlu ada badan hukum," katanya. Karena itu perpres ini, lanjutnya, juga akan mengatur soal perlindungan nasabah LKM karena banyak dari mereka beroperasi layaknya perbankan dengan melakukan penghimpunan dana dari masyarakat umum. Padahal, katanya, hanya perbankan saja yang bisa melakukan penghimpunan dana dari masyarakat umum. Mengenai bentuk badan hukum LKM, menurut dia, tetap merujuk kepada UU yang berada di atasnya yaitu UU Perbankan dan UU Perkoperasian. Kedua UU tersebut sudah jelas mengatur tentang badan hukum LKM yaitu bisa berbentuk BPR dan Koperasi. "Jadi misalnya BMT jika sudah besar dan ingin membentuk badan hukum bisa memilih apakah akan menjadi koperasi simpan pinjam syariah atau BPR syariah," katanya. Saat ini, katanya, LKM sangat dibutuhkan mengingat perbankan hanya bisa melayani 12 hingga 14 persen masyarakat, dan selebihnya diharapkan dari LKM. Sementara itu mengenai kelanjutan dari Inpres No 3 yang baru dikeluarkan pemerintah menyangkut skim kredit investasi, Eriyatno mengatakan, pihaknya terus menggodok skim kredit baru. Kredit perbankan yang ada, katanya, khususnya soal kredit investasi baru terserap sekitar 16 - 20 persen dan itu dirasakan terlalu rendah, sementara untuk kredit modal kerja sudah begitu besar. "Dengan meningkatkan kredit investasi khususnya bagi UKM diharapkan bisa meningkatkan sektor ril," katanya. Peningkatan kredit investasi tersebut, menurut dia, bisa dengan mengalokasikan lebih banyak dana dari program-program pemerintah seperti dari dana Surat Utang Pemerintah (SUP). "Misalnya dari sekian persen dana SUP itu kita alokasikan untuk kredit investasi dan sisanya untuk modal kerja. Bisa saja dengan perbandingan 50 persen," katanya.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006