Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengatakan akan memikirkan langkah hukum lain jika hasil pemeriksaan tim dokter Kejaksaan Agung menyatakan mantan Presiden Soeharto masih sakit sehingga tidak dapat diajukan ke pengadilan. "Jadi kalau memang diperiksa sekali lagi jawabannya sama, tentu kita akan pikirkan langkah hukum yang lain," kata Jaksa Agung, seusai mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pembukaan pertemuan puncak Akses Keadilan dan Bantuan Hukum di Jakarta, Senin. Namun, ketika ditanya langkah hukum lain apa yang akan dilakukan Kejagung, Saleh menolak menjelaskan "Wah itu panjang jawabannya". Dikatakannya tim penilai kesehatan Soeharto masih terdiri atas anggota tim yang lama, yaitu sejumlah dokter ahli yang berasal dari fakultas kedokteran sejumlah perguruan tinggi negeri ditambah tenaga ahli Ikatan Dokter Indonesia (IDI), yang sebelumnya telah memberikan rekomendasi bahwa Soeharto tak layak secara fisik (akibat kerusakan otak permanen) maupun mental untuk hadir di persidangan. Jaksa Agung juga membantah bahwa pengaktifan kembali tim penilai kesehatan Soeharto itu semata-mata karena tekanan politik, namun karena dirinya ingin kasus itu tidak terus-menerus menggantung tanpa penyelesaian. "Surat yang dulu bilang ada kerusakan permanen, tetapi ini kan tidak bisa dibiarkan terkatung-katung begitu terus. Jadi menurut saya, akan lebih bagus jika sekali lagi dilakukan pemeriksaan," katanya. Dia juga membantah kasus ini dibuka setelah adanya "lampu hijau" dari Presiden Yudhoyono. "Presiden tidak ikut campur urusan perkara," katanya. Menurut Jaksa Agung, dirinya akan mulai melakukan pertemuan dengan tim penilai kesehatan Soeharto itu pada minggu ini. "Kita akan tunggu pemeriksaan sampai tim dokter bilang ini pemeriksaan terakhir," katanya. Sebelumnya mantan Presiden Soeharto telah diajukan ke persidangan dengan didampingi Tim Penilai Kesehatan Soeharto, yang dibentuk Kejaksaan Agung sebagai pemantau kesehatannya. Keterangan tim itu dipaparkan dalam sidang dan dijadikan acuan atau referensi bagi Majelis Hakim PN Jakarta Selatan yang memeriksa perkara tersebut, untuk mengeluarkan penetapan penghentian pemeriksaan kasus atas Soeharto. Atas penetapan tersebut, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan fatwa agar Kejaksaan memberikan kesempatan pengobatan pada Soeharto hingga sembuh sebelum melanjutkan kembali pengadilan. 3 Agustus 2000 Soeharto tidak hadir dalam sidang pengadilan pertamanya. Tim Dokter menyatakan Soeharto tidak mungkin mengikuti persidangan dan Hakim Ketua, Lalu Mariyun memutuskan memanggil tim dokter pribadi Soeharto dan tim dokter RSCM untuk menjelaskan perihal kesehatan Soeharto. Pada 3 Agustus 2000, Soeharto resmi sebagai tersangka penyalahgunaan dana yayasan sosial yang didirikannya dan dinyatakan sebagai terdakwa berbarengan dengan pelimpahan berkas perkara ke Kejaksaan Tinggi Jakarta. Tanggal 14 September 2000, Soeharto kembali tidak hadir di persidangan dengan alasan sakit. Kemudian, pada 23 September 2000 Soeharto menjalani pemeriksaan di RS Pertamina selama sembilan jam oleh 24 dokter yang diketuai Prof dr M Djakaria. Hasil pemeriksaan menunjukkan Soeharto sehat secara fisik, namun mengalami berbagai gangguan syaraf dan mental sehingga sulit diajak komunikasi. Berdasar hasil tes kesehatan ini, pengacara Soeharto menolak menghadirkan kliennya di persidangan. Lalu, pada 28 September 2000 Majelis Hakim menetapkan penuntutan perkara pidana HM Soeharto tidak dapat diterima dan sidang dihentikan. Tidak ada jaminan Soeharto dapat dihadapkan ke persidangan karena alasan kesehatan. Majelis juga membebaskan Soeharto dari tahanan kota. (*)

Copyright © ANTARA 2006