Kebijakan ini sifatnya jangka pendek dan sementara
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, Kamis, menyatakan bahwa kenaikan harga kedelai di tingkat internasional disebabkan oleh anomali cuaca yang terjadi di Amerika Serikat dan Amerika Selatan (Brazil dan Argentina).

Kenaikan harga di tingkat internasinal tersebut sangat mempengaruhi harga kedelai di dalam negeri yang 70 persen dipasok dari kedelai impor, kata Mendag dalam jumpa pers di Jakarta.

Anomali cuaca ini tidak hanya berdampak terhadap pasokan tetapi juga harga. Untuk meredam kenaikan harga, Mendag mengungkapkan bahwa Pemerintah sepakat untuk menurunkan bea masuk dari 5% menjadi 0% hingga bulan Desember 2012.

"Kebijakan ini sifatnya jangka pendek dan sementara, dan ini harus diupayakan dengan penyesuaian konsumsi, mengingat kenaikan harga internasional yang sudah cukup tinggi," ujarnya.

Selain menurunkan bea masuk, langkah jangka pendek lainnya yang diambil Pemerintah adalah memfasilitasi Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Kopti) untuk dapat melakukan importasi sendiri, termasuk juga kemungkinan kerjasama dengan Bulog.

Sementara itu untuk jangka panjang, Mendag menilai Pemerintah harus menetapkan peningkatan produksi sebagai prioritas utama dalam rangka menjaga stabilitas pasokan dan harga di tingkat para perajin tahu-tempe.

Mendag menjelaskan bahwa upaya pemenuhan kebutuhan kedelai di dalam negeri sudah diantisipasi Pemerintah melalui peningkatan produksi kedelai, namun masih terkendala faktor lahan yang berkompetisi dengan jagung, tebu, beras dan konversi lahan untuk kebutuhan lainnya.

Disamping itu, terdapat kendala iklim dimana Indonesia beriklim tropis, sementara kedelai dapat tumbuh baik di daerah beriklim sub-tropis. Upaya tersebut terlihat dalam kurun lima tahun terakhir, dan berdasarkan data statistik Kementerian Pertanian, terdapat kecenderungan peningkatan terhadap rata-rata produksi kedelai sebesar 4,38%, produktivitas 1,04% dan luas lahan untuk tanam kedelai 3,1%.

Namun memang, peningkatan produksi dan produktivitas tersebut belum dapat mengalahkan tingkat produksi pada awal 1990-an yang jumlahnya lebih tinggi dibandingkan jumlah impornya.

Perdagangan kedelai

Berdasarkan data BPS, tahun 2011 produksi kedelai lokal hanya sebesar 851.286 ton atau 29% dari total kebutuhan, sehingga Indonesia harus mengimpor kedelai sebanyak 2.087.986 ton untuk memenuhi 71% kebutuhan kedelai dalam negeri.

Pada 2012, total kebutuhan kedelai nasional mencapai 2,2 juta ton. Jumlah tersebut akan diserap untuk pangan/pengrajin sebesar 83,7% (1.849.843 ton); Industri Kecap, Tauco, dan lainnya sebesar 14,7% (325.220 ton); benih sebesar 1,2% (25.843 ton); dan untuk pakan 0,4% (8.319 ton).

Harga kedelai internasional pada Minggu III Juli 2012 sudah mencapai USD 622/ton atau Rp8.345/kg untuk harga paritas impornya di dalam negeri.

Harga ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan harga tertinggi pada 2011, yaitu bulan Februari yang berkisar USD 513/ton atau harga paritas impornya di dalam negeri sekitar Rp6.536/kg.

Impor kedelai terbesar Indonesia tahun 2011 berasal dari Amerika Serikat dengan jumlah 1.847.900 ton, Malaysia 120.074 ton, Argentina 73.037 ton, Uruguay 16.825 ton dan Brasil 13.550 ton. Hingga saat ini, AS merupakan produsen terbesar kedelai di dunia dimana kedelai AS diserap oleh China sebanyak 61,5%, Meksiko 8,74%, Jepang 5,24% dan Indonesia sebesar 5,11%.

(*)

Pewarta: Suryanto
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2012