Jakarta (ANTARA) - Yayasan Institut Sumber Daya Dunia (WRI) memandang polusi udara erat kaitannya dengan iklim karena mengandung partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikrometer (PM 2,5) dan mengandung komponen karbon hitam atau black carbon.

Country Director WRI Indonesia Tjokorda Nirarta Samadhi mengatakan karbon hitam itu memiliki efektivitas yang sangat tinggi untuk memanaskan area yang ada di sekitar partikel tersebut.

"Seberapa besar kemampuannya? berdasarkan penelitian itu 450 kali lebih besar daripada partikel yang lain. Jadi, semakin besar konsentrasi black carbon di suatu tempat, maka iklim setempat itu akan sangat terganggu atau terpengaruh," ujarnya dalam bincang media yang dipantau di Jakarta, Jumat.

Polutan karbon hitam muncul akibat cara manusia dalam mengonsumsi energi, makanan, dan kendaraan sebab komponen itu bersumber dari pembakaran batu bara, asap kendaraan, dan memasak.

Baca juga: Pembatasan dicabut di New Delhi meski kualitas udara "sangat buruk"

Baca juga: Pemkot Jakpus tanam puluhan pohon bungur guna serap polusi udara


Nirarta menuturkan beberapa bagian kota terkadang memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan bagian lain di kota tersebut yang biasa disebut urban heat atau heat island. Kondisi itu terjadi akibat partikel polutan karbon hitam.

"Itu menunjukkan pengaruh dari iklim setempat yang sangat besar kemungkinan dipengaruhi oleh black carbon tersebut," imbuhnya.

Pada konferensi PBB Perubahan Iklim atau COP27 di Sharm El-Sheikh, Mesir, WRI memiliki kepentingan untuk membangun kepercayaan bahwa aksi kolektif global dapat memecahkan tantangan terbesar umat manusia saat ini yaitu krisis iklim.

Melalui program Clean Air Catalyst (CAC), WRI membuat suatu panel di multilevel action panel untuk penanggulangan polusi udara dengan mengundang perwakilan dari kota-kota percontohan Indore, India; Nairobi, Kenya; dan Jakarta, Indonesia guna meningkatkan kesadaran masyarakat secara kolektif dalam menanggulangi polusi udara yang juga beririsan dengan sektor kesehatan, iklim, dan kesetaraan jender. 

"Kami sangat peduli terhadap isu loss and damage karena situasi dunia sekarang, itu membuat lebih banyak negara yang terancam bangkrut karena berbagai isu, termasuk di dalamnya adalah isu perubahan iklim," kata Nirarta.

Lebih lanjut ia menuturkan pertemuan yang terjadi kali ini di dalam COP27 merupakan kali pertama kualitas udara menjadi isu yang disandingkan erat dengan iklim.

Kondisi kualitas udara yang menjadi fokus pembahasan akan mendorong upaya keras bagi kota-kota besar di dunia--yang selama ini mendapatkan predikat buruk atas kualitas udara--untuk berbenah menciptakan kualitas udara yang sehat dan bersih.

Mengutip rangking kualitas udara dan polusi kota dari IQAir, hari ini, pukul 16.25 WIB, Kota Delhi dan Kota Mubai di India menduduki posisi pertama dan kedua sebagai kota dengan polusi terburuk di dunia. Lalu, Bishkek di Kirgizstan menduduki posisi ketiga.

Sementara itu, Jakarta menempati posisi ke-78 secara global dalam rangking kualitas udara dan polusi kota tersebut. Konsentrasi PM2.5 di Jakarta saat ini 1,1 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO dengan konsentrasi 5,5 mikrogram per meter kubik.*

Baca juga: UE akan perketat aturan polusi udara dan air

Baca juga: Polusi sebabkan 4,1 persen kematian global

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022