Denpasar (ANTARA) - Organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam forum Civil-20 atau C20 working grup mengungkapkan indeks kesetaraan vaksin global saat ini masih terbilang lemah.

Koordinator Kelompok Kerja Akses Vaksin dan Keadilan Global C20, Agung Prakoso mengatakan organisasi masyarakat sipil mendorong negara-negara G20 yang sebentar lagi akan menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) untuk sesegera mungkin berkomitmen nyata dalam mewujudkan kesetaraan vaksin global.

"G20 harus meningkatkan komitmen mereka untuk kesetaraan vaksin terutama pada KTT G20 mendatang," ujarnya di Denpasar, Bali, Minggu.

Saat ini, 68,2 persen populasi global telah menerima paling tidak satu dosis COVID-19. Namun demikian, masih ada 23,6 persen dari masyarakat di negara-negara miskin yang baru menerima satu dosis vaksin.

Baca juga: C20 ingatkan skema pendanaan pandemi harus terapkan prinsip kesetaraan

Lembaga bantuan dan pengembangan Christian Aid mengungkapkan indeks komitmen negara G20 untuk kesetaraan vaksin di bawah angka satu, terlebih untuk negara-negara maju G20.

Skor tertinggi pada awal tahun diraih oleh Afrika Selatan dengan skor 0,7, lalu Indonesia dengan skor 0,6, Meksiko dengan skor 0,55, dan Argentina dengan skor 0,5. Keempat negara itu merupakan negara berkembang.

Sementara skor terendah diraih oleh Korea Selatan, Australia, Inggris, dan Prancis yang hanya meraih skor di bawah 0,4.

Pada Oktober 2022, terjadi perubahan posisi yang tidak signifikan, Afrika Selatan dan Indonesia menempati posisi pertama dan kedua sebagai negara dengan komitmen kesetaraan vaksin disusul oleh Arab Saudi dan Jerman.

Kepala Kebijakan Christian Aid Oliver Pearce mengatakan tidak ada peningkatan skor dari masing-masing negara maju dengan posisi terakhir masih ditempati oleh Inggris dan Korea Selatan serta India.

Indeks itu didasarkan pada komitmen tiga pilar, yakni pendanaan untuk ACT-Accelerator, pengadaan nasional dan pemanfaatan stok lebih, serta kebijakan atas C-TAP, dukungan TRIPS Waiver, dan ekspor.

Baca juga: C20: Monopoli kekayaan intelektual hambat perluasan manufaktur vaksin

Baca juga: KTT C20 di Bali desak pemimpin G20 adopsi rekomendasi masyarakat sipil


"Kebijakan menjadi faktor penentu kebijakan paling penting di dalam indeks itu, lantaran menempati setengah dari indeks," kata Oliver.

Sejauh ini, Afrika Selatan menjadi negara dengan indeks paling tinggi karena komitmennya yang kuat untuk mendesak proposal TRIPS Waiver yang akan mendorong hilangnya hambatan kekayaan intelektual, seperti paten, hak cipta, dan rahasia dagang atas produk COVID-19.

Tak hanya itu, negara ini juga melakukan bantuan vaksin ke negara-negara di benua Afrika lainnya saat mereka sendiri membutuhkan vaksin.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022