Singapura (ANTARA) - Dolar AS menguat di sesi Asia pada Senin sore, setelah Anggota Dewan Gubernur Federal Reserve (Fed) Christopher Waller mengatakan bank sentral tidak melunakkan perjuangannya melawan inflasi, yang membuat beberapa investor berpikir bahwa aksi jual tajam pekan lalu mungkin berlebihan.

Data inflasi yang sedikit lebih dingin dari yang diperkirakan pada Kamis (10/11/2022) menempatkan greenback dalam kejatuhan, dengan indeks dolar tergelincir 4,0 persen selama minggu lalu, pekan terburuk dalam lebih dari dua setengah tahun.

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap sekeranjang enam mata uang mitra yang mencakup yen, euro dan sterling, naik 0,234 persen menjadi 106,960 selama perdagangan Asia pada Senin, bangkit dari level terendah hampir tiga bulan di 106,27 yang disentuh pada Jumat (11/11/2022).

Sementara itu, ekuitas global melonjak karena investor masuk ke aset-aset berisiko dengan harapan bahwa inflasi yang telah mencapai puncaknya berarti kenaikan suku bunga yang kurang agresif dari The Fed.

Tetapi Waller mengatakan pada Minggu (13/11/2022) bahwa angka inflasi minggu lalu adalah "hanya satu titik data" yang harus diikuti, dan pembacaan serupa lainnya akan diperlukan untuk menunjukkan secara meyakinkan bahwa inflasi melambat.

Namun Waller menambahkan bahwa The Fed sekarang dapat mulai berpikir tentang kenaikan pada kecepatan yang lebih lambat.

Baca juga: Dolar melemah di Asia, setelah inflasi AS meleset dari perkiraan

"Saya pikir pasar sedikit lebih maju," kata Ahli Strategi Mata Uang Commonwealth Bank of Australia, Carol Kong. Ia menambahkan pasar dapat memperkirakan lebih banyak pengecekan realitas dari pejabat The Fed, yang akan membantu dolar untuk menutup lebih banyak penurunannya.

Inflasi AS kemungkinan akan tetap tinggi dan menjaga The Fed pada jalur pengetatan moneternya, kata Kong.

Sentimen konsumen AS turun pada November, ditarik oleh berlanjutnya kekhawatiran tentang inflasi dan biaya pinjaman yang lebih tinggi, sebuah survei menunjukkan pada Jumat (11/11/2022).

Ahli Strategi Mata Uang Bank of Singapore Sim Moh Siong mengatakan pekerjaan The Fed masih belum selesai dan bank sentral tidak mungkin ingin pasar ekuitas terlalu banyak reli atau imbal hasil obligasi turun terlalu banyak.

"Jika pasar keuangan menjadi terlalu ringan, mereka mungkin akan menggeram lebih keras untuk membuat diri mereka didengar dalam hal pesan inflasi mereka."

Imbal hasil dua tahun AS, yang mencerminkan ekspektasi pergerakan suku bunga, naik tipis menjadi 4,41 persen, setelah menyelam serendah 4,29 persen pada Jumat (11/11/2022), sementara imbal hasil 10-tahun AS naik 7 basis poin menjadi 3,899 persen.

Baca juga: Rupiah Senin pagi menguat tipis 5 poin

Sterling di 1,1747 dolar, turun 0,74 persen hari ini, setelah naik 4,0 persen dalam dua sesi sebelumnya menjelang Pernyataan Musim Gugur pada Kamis (17/11/2022) ketika Menteri Keuangan Inggris Jeremy Hunt diperkirakan akan menetapkan kenaikan pajak dan pemotongan pengeluaran.

Yen Jepang melemah 0,60 persen versus greenback di 139,63 per dolar, sementara euro turun 0,47 persen menjadi 1,0303 dolar.

Dolar Australia dan Selandia Baru yang sensitif terhadap risiko tergelincir, menyerahkan beberapa keuntungan yang dibuat setelah China memoderasi strategi nol COVID-nya.

Yuan China naik ke level tertinggi hampir dua bulan terhadap dolar pada Senin, setelah bank sentral mencabut pedoman resminya paling banyak sejak 2005 ketika Beijing meninggalkan patok mata uang yang berusia satu dekade terhadap greenback.

Mata uang kripto tetap di bawah tekanan dari gejolak yang sedang berlangsung setelah jatuhnya bursa kripto FTX. Token asli FTX, FTT, terakhir turun 7,6 persen pada 1,31 dolar AS, menjadikan kerugian bulanannya hampir 95 persen.

Bitcoin turun 2,2 persen di bawah 16.000 dolar AS.

Baca juga: Regulator AS sebut gejolak uang kripto menggarisbawahi risiko industri
Baca juga: Yuan melambung 1.008 basis poin, jadi 7,0899 terhadap dolar AS

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022