Sebelum berbicara lebih jauh terkait mekanisme potong pungut, hendaknya pemerintah terlebih dahulu memenuhi hak utama UMKM, yaitu mendapatkan literasi dan edukasi yang baik tentang sistem perpajakan
Jakarta (ANTARA) - Pengamat perpajakan yang juga Kepala Tax Center Universitas Gunadarma Beny Susanti mengingatkan pentingnya sosialisasi dan literasi pajak bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang selama ini masih awam dalam metode penghitungan pajak.

Menurut dia, sosialisasi dan literasi pajak ini penting karena kontribusi pelaku UMKM terhadap penerimaan masih rendah karena pemahaman yang rendah, meski kepatuhan dan kesadaran terhadap pajak sangat tinggi.

"UMKM bukan tidak mau bayar pajak, namun ada faktor lain, seperti sistem atau merasa kesulitan. Kita kembali ke definisi pajak, saya bayar pajak itu, saya dapat apa secara langsung, tidak ada, tiba-tiba dipotong pajaknya. Edukasi ini yang perlu kita sampaikan secara masif," kata Beny dalam pernyataan di Jakarta, Senin.

Ia menambahkan otoritas pajak mempunyai peranan penting dalam literasi maupun edukasi secara mendalam kepada UMKM, karena tidak adil bagi pihak lain, seperti platform e-commerce, apabila lebih optimal dalam memberikan pemahaman mengenai pajak.

"Sebelum berbicara lebih jauh terkait mekanisme potong pungut, hendaknya pemerintah terlebih dahulu memenuhi hak utama UMKM, yaitu mendapatkan literasi dan edukasi yang baik tentang sistem perpajakan," katanya.

Sebelumnya, hasil temuan lembaga riset pajak DDTC FRA mengenai perspektif dan suara dari pelaku UMKM terkait pelaksanaan kewajiban pajak menyatakan mayoritas UMKM Wajib Pajak sadar bahwa pajak merupakan sarana kontribusi terhadap negara.

Namun, kontribusi Pajak Penghasilan (PPh) Final UMKM masih rendah hanya sekitar Rp7,5 triliun pada 2019 atau hanya sekitar 1,1 persen dari total penerimaan PPh secara keseluruhan.

Riset DDTC FRA juga menemukan kurangnya literasi serta pengetahuan pajak dari UMKM membuat sebanyak 61 persen pelaku UMKM belum memanfaatkan fasilitas PPh Final sebesar 0,5 persen serta terhambat oleh kompleksitas ketentuan pajak.

Oleh karena itu, DDTC FRA memberikan saran untuk meningkatkan pengetahuan dan partisipasi pelaku UMKM yaitu adanya transformasi administrasi pajak berupa peningkatan layanan petugas dan optimalisasi kolaborasi multistakeholder.

Selanjutnya, melakukan simplifikasi kebijakan dan sistem pajak yang dinilai masih sangat kompleks bagi pelaku UMKM, serta mendorong optimalisasi literasi pajak yang dirasakan masih sangat rendah bagi para responden UMKM.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor mengatakan salah satu upaya DJP untuk meningkatkan literasi UMKM adalah melakukan kolaborasi dengan tax center di perguruan tinggi.

"Selain itu, DJP juga memiliki program khusus UMKM yang disebut Business Development Services (BDS). BDS digalakkan melalui workshop, pelatihan kewirausahaan, seminar, kelas pajak tematik, serta layanan informasi dan asistensi kepada UMKM," katanya.

DJP juga terus berkolaborasi dengan pelaku platform digital seperti marketplace untuk meningkatkan literasi pajak UMKM, terlebih nantinya marketplace ditunjuk untuk memungut pajak atas transaksi secara digital.

Sementara itu, Ketua Umum UMKM Naik Kelas Raden Tedy mengatakan salah satu alasan pembayaran pajak rendah adalah banyak UMKM lokal yang belum berkembang signifikan, karena belum memahami cara membuat laporan keuangan serta mengurus perizinan.

"Rendahnya angka partisipasi pajak dari sektor UMKM dapat dikarenakan minimnya kemampuan dan pengetahuan mereka tentang perpajakan," katanya.

Baca juga: Kanwil Pajak Bali edukasi wajib pajak UMKM lewat program BDS
Baca juga: Menkop : Potensi pajak pada pelaku UMKM sangat besar
Baca juga: Kemenkeu ungkap alasan pencabutan insentif UMKM di bawah Rp50 miliar


 

Pewarta: Satyagraha
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022