Cianjur, Jawa Barat (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, membagi tiga tahap proses pemulihan aktivitas belajar mengajar siswa usai dampak gempa bumi yang terjadi pada 21 November 2022, dan diikuti dengan sejumlah gempa susulan.

"Penduduk paling terdampak di bagian utara Cianjur, karena 60 persen pelajarnya terdampak gempa. Ada yang belum bisa belajar, ada juga yang kena musibah karena gempa," kata Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Cianjur Akib Ibrahim saat dijumpai ANTARA di Posko Pendidikan Kabupaten Cianjur, Ahad siang.

Tahap pertama pemulihan belajar mengajar dimulai dengan mengikutsertakan pelajar yang tidak terdampak bencana gempa.

Baca juga: Sepuluh guru dan 42 murid di Cianjur wafat akibat gempa

"Mulai besok, mereka yang tidak terdampak gempa sudah bisa kembali bersekolah secara normal. Yang terdampak masih diliburkan dulu," katanya.

Sementara itu, berdasarkan rekapitulasi data per hari ini, jumlah pelajar yang terdampak gempa dari jenjang pendidikan SD berkisar 50 persen dari total 256 ribu siswa di 16 kecamatan.

Sedangkan pelajar SMP yang terdampak berkisar 60 persen lebih dari 99 ribuan siswa di 16 kecamatan terdampak gempa.

"Kami tidak konsentrasi pada belajar dulu. Kami ingin tenangkan dulu psikologi mereka. Anak-anak ini ada yang di pengungsian, rumah kerabat di luar Cianjur, sedang kami data," katanya.

Upaya meliburkan sekolah, kata Akib, untuk menyelamatkan nyawa, mengingat masih terjadi gempa susulan di wilayah Cianjur. "Kondisi dari rekan guru yang kena gempa, perlu ditempatkan dulu di tempat aman, termasuk menjamin kebutuhannya," ujarnya.

Baca juga: Sedikitnya 422 fasilitas pendidikan di Cianjur rusak akibat gempa bumi

Tahap kedua, kata Akib, Pemda Cianjur memfasilitasi pemulihan psikologi korban dari trauma gempa dengan menempatkan lokasi pembelajaran pada tenda darurat di ruang terbuka.

"Baru di pekan depan kami intensifkan pemulihan trauma pelajar di lokasi-lokasi pengungsian," katanya.

Tahap ketiga, Pemkab Cianjur akan mengevaluasi bentuk pembelajaran yang optimal bagi peserta didik dengan memperhatikan situasi kegawatdaruratan gempa.

Mekanisme belajar bisa ditempuh dengan pilihan dalam jaringan (daring) maupun luar jaringan (luring). "Kami serahkan pilihan kepada sekolah, mau tatap muka di tempat darurat dan aman atau secara daring. Kami kombinasikan luring dan daring," katanya.

Mekanisme daring diprioritaskan bagi peserta didik yang mengungsi di luar wilayah Cianjur. Sementara yang berada di pengungsian Cianjur dilakukan secara luring berdasarkan persetujuan kepala sekolah.

"Kami beri kesempatan kepada sekolah, karena kondisi satu dan lain berbeda. Ada yang dialihkan tempatnya karena sekolah hancur. Yang penting pulihkan dulu mentalnya, berikutnya kalau sudah terpenuhi, baru atur tentang pembelajaran," katanya.

Disdikpora Cianjur melakukan evaluasi kesiapan psikologi peserta didik secara berkala setiap pekan sebelum memutuskan untuk kembali menggelar rutinitas belajar mengajar.

Akib menyebut tiga tahapan tersebut membutuhkan waktu minimal selama lima bulan sejak gempa terjadi.

Terkait dengan pemulihan sebanyak 422 bangunan sekolah yang rusak akibat gempa, kata Akib, saat ini sedang dilakukan pendataan untuk dilaporkan kepada pemerintah provinsi dan pusat.

Baca juga: Tim SAR evakuasi satu jenazah korban gempa di Desa Cijedil, Cianjur

Baca juga: Tim SAR lanjutkan pencarian 14 orang yang hilang setelah gempa Cianjur


"Masalah pembiayaan perbaikannya, kami belum ada informasi yang utuh. Kami diminta data dulu dari pihak terkait, dan kami siap layani permintaan datanya," katanya.

Menurut Akib, saat ini sudah ada 16 orang Tim Ahli dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang turun ke lapangan untuk mengevaluasi tingkat kerusakan bangunan.

"Kalau kapan bangunan ini bisa 100 persen pulih, itu tergantung kapan bantuannya keluar. Kalau pengerjaan bangunan rata-rata 120 hari. Tapi proses birokrasi tidak bisa diprediksi," katanya.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022