Surabaya (ANTARA News) - Sosiolog dari Universitas Airlangga, Prof Dr Hotman Siahaan, mengharapkan kepada semua pihak agar segera turun tangan dalam menangani kasus anarkisme yang terjadi dalam pemilihan Bupati Tuban, dengan menyikapinya secara benar. "Saya kira semua pihak harus turun tangan, jangan mencederai apa yang terjadi. Semua itu harus dipahami secara proporsional, saya kira semua tokoh-tokoh politik harus turun tangan," ujar Hotman ketika ditemui disela-sela seminar pendidikan yang digelar Kagama Jatim di Surabaya, Sabtu. Ribuan massa dari pendukung pasangan Cabup-cawabup Tuban, Noor Nahar Hussein-Go Tjong Ping, merusak dan membakar kantot KPU dan Pendopo Pemkab setempat, akibat tidak puas dengan hasil Pilkada 2006 yang hasil sementara dimenangkan pasangan "incumbent" Haeny Relawati RM-Lilik Soehardjono. Kalau rakyat marah, ungkapnya, berarti ada sesuatu yang harus diselesaikan dengan benar. Ini tidak berarti rakyat tidak siap kalah, karena kalah dan menang itu persoalannya tergantung pada bagaimana seluruh prosedur demokrasi berjalan dengan baik "Anda merasa sudah berjalan dengan baik, dengan benar, tiba-tiba kemudian ada yang mencederai. Kemudian anda bilang ndak siap kalah, ya tidak semudah itu dikatakan rakyat tidak siap menerima kekalahan. Mungkin elitnya ndak siap kalah, rakyatnya siap," katanya. Ketika ditanya apakah aksi perusakkan itu berjalan spontan, dia menyatakan, kalau melihat keadaan sosial politiknya diperkirakan berlangsung spontan. Tetapi itu tidak berdasarkan logika lama yang mereka pahami, karena sudah 18 Pilkada di Jatim, hanya di Tuban yang berakhir anarkis. "Rakyat itu akan selalu mengambil tindakan kalau mereka ada yang dirampas. Jadi jangan mudah menyalahkan rakyat dalam urusan ini. Ini mungkin ada rasa ketidakadilan yang terganggu, yang tidak mudah kita pahami secara politik," paparnya. Hotman meminta, untuk melihat proses dari awal yang sebenarnya terjadi di Tuban. "Saya kira rakyat tidak akan melakukan kemarahan secepat ini, kalau tidak ada sesuatu yang memang keliru dari awal, dalam konsep politik gerakan rakyat selalu terjadi ketika ada deprivasi relatif yang mengganggu kesadaran mereka," ujarnya. Alumni Fisipol UGM ini menganggap, anarkisme terjadi karena apa yang ada dalam kesadaran masyarakat dirampas. "Saya kira itu masalahnya," katanya. Demokrasi, jangan sekedar dilihat ada institusi-institusi yang berjalan, "Demokrasi harus dilihat bahwa ada prosedur demokrasi yang harus dipenuhi, ada prosedur demokrasi yang terganggu, sehingga ini menjadi sasaran rakyat," tambahnya. Hotman menuturkan, demokrasi harus dilihat bagaimana tahapan-tahapan pemilihan sendiri, apakah ada yang krusial yang terjadi di Tuban, yang selama ini sudah diselesaikan secara demokratis. Kemudian apa ada ketegangan-ketagangan, sehingga begitu orang melihat hasilnya seperti ini, lalu orang menjadi marah. "Contoh ada ijasah palsu, ketika di-klir-kan ternyata nggak. Tetapi proses pemilihan berjalan, sehingga `caracter assasination` atau pembunuhan karakter terjadi," ujarnya, menegaskan. Dia tidak sependapat kalau peserta pemilihan yang hanya dua pasangan menjadi penyebab peristiwa di Tuban tersebut. "Bukan seekesar calonnya dua, tapi prosesnya harus dipahami dengan baik. Kalau tiba-tiba kita bilang rakyat anarkis tidak semudah itu, mereka juga punya akal yang baik untuk mengawal demokrasi," demikian Hotman.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006