Jayapura (ANTARA) - Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo menjawab kekhawatiran Dewan Perwakilan Rakyat Papua soal timbulnya kesulitan keuangan di Papua selaku provinsi induk dari daerah otonom baru (DOB).

"Terkait pembiayaan soal ASN (aparatur sipil negara), ASN memang kurang lebih 11 ribu pegawai masih di provinsi induk. Nah sekarang kami membuka kesempatan kepada Pak Sekda untuk membuka ruang para pegawai dimutasi ke DOB supaya pembiayaan itu bisa dapat dilakukan," kata John Wempi di Jayapura, Papua, Selasa.

John Wempi menyampaikan hal tersebut saat menemani Wakil Presiden Ma'ruf Amin selaku Ketua Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) atau disebut Badan Pengarah Papua (BPP) melakukan audiensi dengan Sekretaris Daerah Provinsi Papua Muhammad Ridwan Rumasukun, Pangdam XVII/Cendrawasih Mayjen TNU Muhammad Saleh Mustafa, Ketua Majelis Rakyat Papua Timotius Murib, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua Johny Banua Rouw, Bupati Memberamo John Tabo, dan jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Provinsi Papua.

"Kalau semua 11 ribu menjadi beban tanggungan pemerintah provinsi induk, memang biaya masih cukup besar. Saya kemarin diskusi dengan Pak Sekda, kurang lebih belanja pegawai Rp1,5 triliun, itu cukup besar sekali," ungkap John Wempi.

Kekhawatiran lain adalah mengenai biaya untuk membayar ongkos rumah sakit rujukan yang hanya ada di Provinsi Papua.

John Wempi menyebut berdasarkan keputusan dalam rapat pada 23 November 2022 bersama dengan Bappenas, Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri, biaya rumah sakit akan dibebankan kepada masing-masing provinsi.

"Jadi (pasien dari) wilayah Papua Selatan akan ditanggung oleh provinsi yang bersangkutan. Katakanlah (pasien dari) Merauke, Bovendigul dan Asmat akan dibiayai oleh pemerintah provinsi yang bersangkutan dan juga Papua Pegunungan dan Papua Tengah, jadi (provinsi induk) tidak akan terbebani, namun ini konteksnya kita akan rapatkan bersama minggu depan," tambah John Wempi.

Ia menyebut Kemendagri akan mengundang Gubernur Papua dan tiga orang penjabat Gubernur Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Pegunungan untuk rapat mencari solusi terbaik.

"Beasiswa dengan pembebanan biaya kurang lebih Rp300 miliar yang disampaikan oleh ketua tadi, kami Kemendagri akan menjembatani untuk 'profiling' ulang mahasiswa-mahasiswa dari Papua Selatan, Papua Pegunungan dan Papua Tengah, setelah itu pembebanan biaya akan kita serahkan kepada DOB masing-masing sehingga kekhawatiran biaya semua akan ditanggung pemerintah provinsi (induk) tidak akan terjadi," jelas John Wempi.

Dalam audiensi tersebut, Ketua DPRP Jhony Banua Rouw menyampaikan dengan empat provinsi baru maka dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah khususnya Provinsi Papua menjadi berkurang.

"Terutama kami provinsi induk dan dengan tiga daerah pemekaran baru, terjadi pembagian dana transfer pusat ke daerah yang menyebabkan dana ke Papua mengalami penyusutan 73 persen. Dari awalnya tahun 2022 kami mengelola Rp7,7 triliun dari dana transfer pusat, saat ini dengan kebijakan pemerintah pusat pembagian wilayah, Papua pada 2023 hanya mendapatkan Rp2,3 triliun," kata Jhony Banua.

Jhony Banua menyebut dana transfer pusat ke sejumlah provinsi di Papua terbagi untuk Papua Selatan Rp1,5 triliun, Papua Tengah Rp1,8 triliun, dan Papua Pegunungan Rp2 triliun, sehingga totalnya Rp7,7 triliun.

Dengan pembagian seperti itu, Jhony Banua mengaku Papua sebagai provinsi induk merasa keberatan karena beberapa komponen anggaran masih tetap dibiayai Provinsi Papua.

"Saya ambil satu contoh, untuk beasiswa pada APBD 2022 kami membiayai Rp420 miliar tapi dengan pemotongan, kami hanya mendapat Rp2,3 triliun maka pada tahun 2023, kami DPRP hanya bisa membiayai Rp100 miliar. Jadi, ada kekurangan Rp320 miliar yang kalau tidak bisa dibiayai akan jadi masalah bagi anak-anak kita yang kuliah di luar maupun dalam negeri," ungkap Jhony Banua.

Ia mengaku dengan anggaran hanya Rp100 miliar, pemerintah Papua hanya bisa bertahan selama 2-3 bulan dan setelahnya tidak bisa membiayai beasiswa mahasiswa Papua lagi.

"Lalu di bidang kesehatan. Kami di Papua punya 'Jaminan Papua Sehat' dan kami punya masyarakat dari kampung yang sakit dan 100 persen dibiayai provinsi Papua. Masyarakat yang sakit di Merauke, Asmat, Nabire, Paniai, Nduga, Intan Jaya mereka akan dirujuk ke rumah sakit yang hanya ada di Provinsi Papua. Ini jadi persoalan, kalau mereka datang kita tidak bisa melayani orang Papua, jadi orang Papua akan merasa tidak ada manfaat dari pemekaran Papua," jelas Jhony Banua.

Masalah lain adalah untuk belanja pegawai, menurut Jhony, 100 persen masih dibiayai Provinsi Papua sebagai provinsi induk.

"Kemampuan kita tidak bisa biayai 100 persen karena dari APBD 2022 kita ada anggaran Rp1,1 triliun. Saat ini kami hanya bisa menganggarkan Rp700 miliar dan ini akan berdampak terhadap kinerja pegawai di provinsi Papua," tambah Jhony.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022