Jakarta (ANTARA News) - Dua penerima dana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dari Bank Namura Internusa, James Januardi dan Adi Saputra, Senin, mendatangi Departemen Keuangan untuk melakukan konfirmasi dana yang harus dikembalikan. Hal tersebut disampaikan Ketua Tim Pelaksana PKPS (Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham), JB Kristiadi di Gedung Depkeu, Jakarta, Senin. "Mereka baru menyampaikan nilai hitungan mereka pada kita yaitu Rp123 miliar," kata Kristiadi. Dia menambahkan, pemerintah akan mendata angka utang tersebut. "Ada Akta Pengakuan Utang (APU) dan ada APU reformasi. Itu (Rp123 miliar, red) APU reformasi menurut mereka," katanya. Kristadi yang juga Sekjen Depkeu mengatakan tim pengarah akan mempertimbangkan angka tersebut. Menurut jadwal pemerintah, mulai 1 Mei 2006, para obligor BLBI diminta datang ke Depkeu untuk melakukan konfirmasi nilai utang yang harus mereka kembalikan. Waktu pemanggilan berlangsung selama dua pekan, berakhir pada 14 Mei 2006. Pemerintah berjanji tidak mempidanakan delapan obligor penerima BLBI jika melunasi seluruh utangnya. Menurut Menko Perekonomian Boediono, hal tersebut merupakan kesepakatan penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS). Delapan obligor yang dimaksud, Marimutu Sinivasan (Bank Putera Multikarsa), Agus Anwar (Bank Pelita dan Bank Istimarat), Ulung Bursa (Bank Lautan Berlian), Atang Latief (Bank Indonesia Raya), James Januardy (Bank Namura Internusa), Adi Saputra Januardy (Bank Namura Internusa), Omar Putirai (Bank Tamara), dan Lidya Mukhtar (Bank Tamara). Mereka dianggap memenuhi syarat karena telah menandatangani perjanjian PKPS dan akta pengakuan utang (APU).(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006