Magelang (ANTARA News) - Sekitar 5.400 warga lereng Gunung Merapi dari Kabupaten Boyolali mengajukan permintaan mengungsi ke tempat penampungan di wilayah Kabupaten Magelang jika sewaktu-waktu gunung berapi itu meletus. "Pihak Satlak Penanggulangan Bencana (PB) Selo sudah memberi tahu kalau sewaktu-waktu Merapi meningkat statusnya dari siaga ke awas, warga setempat akan mengungsi ke sini," kata Sekretaris Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang Asrofi di Magelang, Selasa. Mereka berasal dari Desa Jrakah dan Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali sekitar lima kilometer dari barat puncak Gunung Merapi, rencananya mereka ditampung di Balai Desa Wonolelo Kecamatan Sawangan. Permintaan pihak Satlak PB Selo telah disampaikan sekitar seminggu lalu kepada pihak Kecamatan Sawangan. Jika Balai Desa Wonolelo tidak mampu menampung mereka, maka akan diarahkan ke tempat pengungsian Desa Krogowanan dan Desa Gondowangi Sawangan. "Kalau warga dari dua desa itu harus ke pengungsian Selo relatif jauh makanya lebih dekat ke Wonolelo," katanya. Ia menjelaskan, permintaan mereka untuk mengungsi ke Sawangan diluar skenario evakuasi yang telah disusun Satlak PB Kabupaten Magelang selama ini. Berdasarkan skenario pengungsian, katanya, tempat pengungsian di Sawangan selain menampung warga dari Sawangan dan Dukun Kabupaten Magelang juga untuk warga Tlogolele Selo Kabupaten Boyolali. Jumlah warga dari tiga daerah yang harus diungsikan ke pengungsian Sawangan karena masuk kawasan rawan bencana Merapi sekitar 15 ribu, sebanyak 2.529 di antaranya berasal dari delapan dusun di Desa Tlogolele Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. "Yang dari Jrakah dan Klakah ini memang diluar prosedur tetap," katanya. Pada kesempatan itu Asrofi mengatakan, hingga saat ini Balai Desa Wonolelo ditempati 43 jiwa pengungsi asal Dusun Klampakan Desa Wonolelo. Mereka setiap malam menempati balai desa untuk menghindari bencana Merapi kalau datang malam hari, sedangkan pagi hingga sore hari mereka kembali ke dusunnya untuk memberi makan ternak dan merawat rumah masing-masing, katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006