Jakarta (ANTARA) - Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Puji Lestari mengatakan tanaman stevia potensial dikembangkan untuk menghasilkan pemanis alami rendah kalori sebagai substitusi pemanis sintetis.

"Stevia sangat potensial dikembangkan sebagai pemanis alami pendamping gula atau pengganti gula sintesis, karena hampir semua bagian tanaman stevia memiliki rasa manis kecuali pada bagian akarnya dengan kadar rasa manis tertinggi pada bagian daun stevia," kata Puji dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Kamis.

Puji menuturkan gula merupakan komoditas penting bagi masyarakat Indonesia dan perekonomian pangan baik sebagai kebutuhan pokok, bahan baku industri, maupun makanan atau minuman. Kebutuhan gula juga semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan semakin beragam aneka makanan yang hadir di tengah masyarakat.

Ia mengatakan selain tebu, alternatif spesies tanaman lain sebagai penghasil gula adalah stevia. Stevia sebagai pemanis gula yang rendah kalori sehingga lebih sehat.

Baca juga: Kementan sebut stevia & porang bakal jadi komoditas andalan Sulut

Baca juga: Kementan dorong perbenihan modern tanaman Stevia di Minahasa-Sulut


"Kandungan glikosida stevia hampir 300 kali, sehingga banyak digunakan khususnya bagi yang memerlukan asupan kalori rendah," ujarnya.

Menurut dia, dukungan dan pengembangan dalam bentuk perakitan varietas stevia yang sesuai dengan kondisi di Indonesia, penyediaan bahan tanaman serta pengelolaan lingkungan tanaman, diperlukan.

Sementara peneliti Pusat Hortikultura dan Perkebunan BRIN Mohammad Cholid mengatakan stevia menjadi satu komoditas yang mempunyai potensi untuk substitusi pemanis sintesis seperti sakarin dan siklamat untuk menghindari indikasi efek karsinogen.

Stevia memiliki rasa manis yang setara dengan 200-300 kali gula tebu, tergantung proses pemurniannya. Selain itu, menurut Cholid, prospek pasar stevia masih luas baik di Asia, Amerika, maupun Eropa.

"Kita lihat pasarnya, trennya masih terus meningkat dari 2.000 metrik ton steviol glycosides hampir 90 persen dipenuhi dari China, sementara 500 metrik ton Rebaudioside A 50 persen dipenuhi Malaysia, sedangkan Indonesia termasuk tertinggal proses hilirnya," katanya.

Faktor pendorong peningkatan penggunaan stevia adalah kebutuhan gula alami rendah kalori yang aman untuk penderita diabetes.

Selain itu, penggunaan stevia untuk produk makanan semakin tinggi ke depannya, begitu juga dengan teknologi pemurnian, penelitian dan pasar global terus berkembang.

Cholid juga mengatakan tren permintaan pemanis sehat rendah kalori dan kadar glikemik rendah akan terus meningkat. Minimnya persaingan dan peluang nilai tambah diversifikasi stevia masih tinggi dan terbuka lebar menjadikan bisnis yang cukup menggiurkan di Indonesia maupun level global.

Sedangkan tantangan bagi pengembangan stevia antara lain masih mempunyai efek rasa getir, dan produksi masih fluktuatif dari segi harga di pasaran.

"Diharapkan sistem kemitraan harga ditentukan di awal, sehingga petani mempunyai jaminan pasar, harga yang akan diberikan pihak pengembang," ujarnya.*

Baca juga: Lepas ekspor, Kementan: Tanaman Stevia bakal jadi komoditas masa depan

Baca juga: Karantina Pertanian: Ekspor Stevia tambah ragam komoditas baru

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022