Sydney (ANTARA) - Saham-saham Asia dibuka melemah pada perdagangan Senin pagi, sementara dolar melayang lebih tinggi pada awal pekan yang sibuk, karena pasar menunggu keputusan suku bunga dari Federal Reserve AS, Bank Sentral Eropa dan bank sentral lainnya.

Laporan inflasi konsumen AS pada Selasa (13/12/2022) akan mengatur suasana pasar untuk pekan ini. Para ekonom memperkirakan inflasi inti turun menjadi 6,1 persen pada November dari setahun lalu, dibandingkan dengan kenaikan 6,3 persen bulan sebelumnya.

Namun, risiko bisa meningkat, setelah data pada Jumat (9/12/2022) menunjukkan harga produsen naik lebih cepat dari perkiraan, memicu kekhawatiran laporan indeks harga konsumen (IHK) mungkin mengindikasikan inflasi kaku dan suku bunga mungkin harus tetap lebih tinggi lebih lama.

Wall Street turun, imbal hasil obligasi pemerintah naik dan sementara dolar memangkas kerugian sebelumnya.

Indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang melemah 0,1 persen pada Senin, setelah jatuh 2,6 persen minggu lalu - penurunan terbesar sejak akhir September.

Nikkei Jepang merosot 0,5 persen, sementara indeks KOSPI Korea Selatan turun 0,7 persen. S&P 500 berjangka turun 0,2 persen, sementara Nasdaq berjangka turun 0,3 persen, sebagian karena kehati-hatian.

"Minggu ini, pasar bisa bergerak ke mana saja... IHK yang lebih panas katakanlah 6,4 persen (dan lebih tinggi) dan serangkaian titik hawkish dari Fed dan pernyataan dari Powell dapat menggerakkan arah pasar" kata Chris Weston, kepala penelitian di Pepperstone.

"Ini akan menjadi kejutan besar jika kita tidak melihat Fed turun ke kenaikan 50 basis poin.. Kami juga ingin memahami jika Jay Powell membuka pintu untuk pelambatan laju kenaikan 25 basis poin dari Februari, sementara sejalan dengan perkiraan pasar, ini dapat dianggap bahwa kita semakin dekat ke akhir siklus kenaikan dan sedikit negatif bagi dolar AS."

Pembuat kebijakan Fed secara luas diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada Rabu (14/12/2022) pada pertemuan terakhir mereka tahun ini, ke kisaran 4,25 persen hingga 4,50 persen, yang akan menandai laju kenaikan suku bunga yang lebih lambat.

Pasar berjangka juga menunjukkan suku bunga terminal memuncak di 4,961 persen pada Mei mendatang, dan kemudian menurun menjadi 4,488 persen pada Desember 2023, karena pasar memperkirakan beberapa pemotongan dari Fed seiring melambatnya ekonomi AS.

Selain Fed, Bank Sentral Eropa dan Bank Sentral Inggris juga akan mengumumkan kenaikan suku bunga, karena pembuat kebijakan terus mengerem pertumbuhan untuk mengekang inflasi.

Di pasar mata uang, dolar AS melayang 0,1 persen lebih tinggi terhadap sekeranjang mata uang menjadi 105,01, meskipun tidak terlalu jauh dari palung lima bulan di 104,1 minggu lalu.

Sterling turun 0,2 persen menjadi 1,2242 dolar, sementara Aussie tergelincir 0,19 persen menjadi 0,6783 dolar.

Imbal hasil obigasi pemerintah AS sebagian besar tetap stabil pada Senin setelah reli dari level terendah dalam tiga bulan selama sesi sebelumnya.

Imbal hasil acuan obligasi pemerintah AS 10-tahun bertahan di 3,5875 persen, dibandingkan dengan penutupan AS di 3,5670 persen. Imbal hasil dua tahun menyentuh 4,3610 persen, naik sedikit dari penutupan AS di 4,330 persen.

Kurva imbal hasil tetap terbalik di sekitar -77 basis poin, mengarah ke kemungkinan resesi AS dalam waktu dekat.

Di pasar minyak, harga naik lebih dari 1,0 persen setelah jatuh ke level terendah tahun ini karena kekhawatiran resesi global.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS melonjak 1,4 persen menjadi diperdagangkan di 72,03 dolar AS per barel, sementara minyak mentah Brent juga diperdagangkan 1,4 persen lebih tinggi di 77,15 dolar AS per barel.

Emas spot sedikit lebih rendah, diperdagangkan pada 1.796,04 dolar AS per ounce.

Baca juga: IHSG akhir pekan jatuh di tengah kenaikan bursa regional Asia

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2022