Sangat penting dalam membangun budaya sadar risiko
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menilai diperlukan adanya peningkatan budaya sadar risiko yang dimulai sejak dini, baik di lingkungan keluarga, instansi pemerintah, dan masyarakat guna meningkatkan kualitas kesehatan.

Sekretaris Deputi III Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kependudukan dan Keluarga Berencana, Kemenko PMK Imam Pasli mengatakan Indonesia saat ini masih dilanda bencana non-alam seperti masih tingginya kasus Penyakit Tidak Menular (PTM). Untuk itu, perlu adanya kesadaran risiko sejak dini dan dibutuhkan kolaborasi dari banyak pihak.

"Sangat penting dalam membangun budaya sadar risiko. Hal ini merupakan urusan bersama sehingga perlu mendapatkan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan," ujar Imam dalam diskusi media Masindo di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Dokter: Kelola aktivitas harian bantu turunkan risiko penyakit jantung

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Tim Kerja Penyakit Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM), Kementerian Kesehatan Esti Widiastuti.

Dalam pemaparannya, dia menyampaikan bahwa prevalensi PTM, khususnya diabetes, masih terus meningkat setiap harinya. Hal ini dikarenakan kurangnya aktivitas fisik, tekanan darah tinggi, serta kelebihan berat badan.

Penderita diabetes yang disertai komorbiditas akan memiliki risiko yang tinggi dari segi komplikasi maupun pembiayaan kesehatan.

"Sebagai antisipasi, masyarakat harus sadar risiko terhadap faktor risiko diabetes melitus dengan menerapkan gaya hidup sehat. Perubahan ini perlu dukungan semua pihak agar bisa terwujud. Upaya preventif perlu diperkuat lagi tanpa harus mengabaikan pendekatan kuratif," kata Esti.

Baca juga: Kemenkes: Kurang aktivitas fisik faktor risiko penyakit kardiovaskular

Selain kesehatan, budaya sadar risiko perlu ditingkatkan pada aspek lingkungan. Direktur Adaptasi Perubahan Iklim, Kementerian LHK Sri Tantri Arundhati, mengatakan bencana alam yang sedang marak terjadi tidak dapat dilepaskan dari dampak perubahan iklim.

Hampir 95 persen perubahan iklim diakibatkan, baik langsung maupun tidak langsung, dari aktivitas manusia sehingga mengubah komposisi dari atmosfer.

"Perubahan iklim tidak bisa dihindari, semua pihak bisa terdampak masalah lingkungan termasuk kehutanan, pertanian, dan peternakan. Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup menjalankan program Kampung Iklim untuk mendorong kelompok masyarakat melakukan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di tingkat lokal," ujar Sri.

Untuk menciptakan budaya sadar risiko tersebut, diperlukan teori ABC yakni attitude (perilaku), behavior (kebiasaan) dan culture (budaya). Sikap sadar diri dipercaya akan mempengaruhi perilaku seseorang, dari perilaku berubah menjadi kebiasaan dan lama-lama berkembang menjadi budaya.

Baca juga: Dokter: Anggapan obesitas tapi sehat itu menyesatkan

Baca juga: Ahli kesehatan: Kurang gerak pada orang muda berisiko terkena diabetes

Baca juga: Ahli: Skrining diabetes perlu untuk orang gemuk disertai faktor risiko

Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2022