Untuk membentuk kesadaran itu perlu ada pelatihan terus-menerus
Jakarta (ANTARA) - Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (MASINDO) mengajak para pemangku kepentingan di sektor kesehatan, ekonomi, lingkungan, sosial dan budaya, dalam menyebarluaskan konsep sadar risiko bagi masyarakat.

Dalam rangka perayaan "Hari Sadar Risiko Nasional 2022", MASINDO bersama perwakilan dari berbagai kementerian menyampaikan inisiatif-inisiatif yang telah dilakukan dalam mengimplementasikan konsep sadar risiko.

Ketua MASINDO Dimas Syailendra Ranadireksa mengatakan terdapat sejumlah tantangan untuk membangun budaya sadar risiko di masyarakat. Beberapa di antaranya adalah kebiasaan mengesampingkan risiko, kurangnya pengetahuan, hingga misinformasi dalam kehidupan sehari-hari.

Baca juga: Dokter: Kelola aktivitas harian bantu turunkan risiko penyakit jantung

"Kami akan memasyarakatkan konsep sadar risiko melalui edukasi, diskusi publik, advokasi media, kajian, dan informasi berbasis bukti ilmiah," ujar Dimas dalam diskusi media "Hari Sadar Risiko Nasional 2022" di Jakarta, Kamis.

Untuk dapat menumbuhkan budaya sadar risiko diperlukan kolaborasi secara menyeluruh baik dari pemerintah, swasta, komunitas dan masyarakat untuk menyebarluaskan informasi dan mengedukasi mengenai konsep sadar risiko.

Inspektur I Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Arief Hadianto mengatakan pihaknya membentuk pedoman manajemen risiko yang disosialisasikan kepada seluruh unit melalui satuan tugas. Sosialisasi juga dilakukan melalui focus group discussion (FGD).

"Semua organisasi harus punya budaya sadar risiko. Kenapa perlu membangun budaya risiko? Karena risiko ini tidak terduga sehingga kesadaran terhadap risiko harus ditingkatkan," kata Arief.

Lebih lanjut Arief mengatakan, dalam membangun budaya sadar risiko diperlukan edukasi dan pelatihan secara terus-menerus. Menurutnya, hal tersebut tidak bisa dilaksanakan hanya dengan satu kali pemberitahuan.

"Untuk membentuk kesadaran itu perlu ada pelatihan terus-menerus. Harus ada yang memimpin, edukasi, pemahaman, berbagi info , baru budaya itu akan terbentuk dan perlu ada sistem untuk mengelola. Aware dulu, kebiasaan baru jadi budaya," katanya.

Baca juga: Epidemiolog: Sadari tingkat risiko infeksi COVID-19 pada diri sendiri

Baca juga: Hati-hati, stres tingkatkan risiko penyakit jantung koroner

Baca juga: Ahli kesehatan: Kurang gerak pada orang muda berisiko terkena diabetes

Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2022