"Kalau Ketua DPR tidak `kabur` meninggalkan gedung DPR dan mau menemui wakil buruh untuk mendengarkan aspirasinya, pagar gedung DPR tidak akan roboh," ujar Hanafi yang juga Koordinator International Transport Workers Federation Indonesia.
Jakarta (ANTARA News) - Tindakan anarkis dalam aksi buruh di depan gedung DPR/MPR dinilai sebagai akibat pimpinan DPR tidak memposisikan dirinya sebagai wakil rakyat, melainkan sebagai birokrat yang harus dihormati rakyat. Anggota Majelis Pertimbangan Organisasi DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI), Hanafi Rustandi di Jakarta, Kamis, juga menilai sikap pengusaha yang memanfaatkan situasi untuk mendiskreditkan buruh juga memancing kemarahan buruh karena merasa semakin dipojokkan. Oleh karena itu, sambungnya, tidak pada tempatnya jika hanya buruh yang dijadikan kambing hitam atas aksi demonstrasi buruh yang di luar kendali pada Rabu (3/5) di depan gedung DPR/MPR. Meski beberapa anggota DPR menandatangani petisi yang disodorkan buruh bahwa akan menolak revisi UU Ketenagakerjaan, menurut Hanafi, itu dilakukan karena keterpaksaan, belum kesadaran yang tulus untuk membela kaum pekerja. Dia juga menyesalkan Ketua DPR Agung Laksono justru meninggal gedung DPR/MPR dan lebih mementingkan acara di luar yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan buruh saat itu. "Kalau Ketua DPR tidak `kabur` meninggalkan gedung DPR dan mau menemui wakil buruh untuk mendengarkan aspirasinya, pagar gedung DPR tidak akan roboh," ujar Hanafi yang juga Koordinator International Transport Workers Federation Indonesia. Tentang rusaknya sebagian pagar gedung DPR dan pagar pembatas tol, Hanafi mengatakan secara simbolik itu merupakan kemarahan buruh terhadap arogansi pimpinan DPR yang mengecilkan kepentingan buruh. Dia juga melihat ada korelasi antara sikap anarkis buruh dengan pernyataan Menakertrans Erman Suparno bahwa pemerintah tetap akan membahas revisi UU Ketenagakerjaan. Pernyataan itu dinilai, Hanafi sebagai memanas-manasi buruh. Kondisi diperparah dengan pernyataan sejumlah menteri lain dan pengusaha yang mengatakan perusahaan menderita total kerugian Rp840 miliar. "Itu bukan kerugian akibat anarki, tapi akibat buruh yang tidak bekerja saat beraksi dan itu sudah sepengetahuan pengusaha," katanya. Di sisi lain, Hanafi tidak menutup kemungkinan aksi buruh itu disusupi orang-orang tidak bertanggungjawab dengan tujuan untuk mendiskreditkan buruh. "Kalau ini terjadi, pasti itu dilakukan kelompok pengusaha tertentu yang memang selama ini memanfaatkan momentum tertentu untuk memojokkan buruh," kata Hanafi yang juga Presiden KPI (Kesatuan Pelaut Indonesia). Menyinggung kemungkinan adanya penyusupan, Hanafi menyerahkannya ke Polda Metro Jaya untuk menyelidiki agar persoalannya menjadi jelas. Dalam aksi buruh yang melibatkan massa puluhan ribu, menurut Hanafi memang tidak gampang mengidentifikasi oknum-oknum yang sengaja disusupkan untuk merusak tujuan buruh yang murni, yakni menolak revisi UU 13/2003. Hanafi juga memuji Kapolda Metro Jaya yang langsung memimpin pengamanan aksi buruh, sehingga tidak terjadi korban yang tidak diinginkan, meski 14 orang ditangkap untuk penyidikan selanjutnya. Sebelum bertindak Kapolda telah mengingatkan bahwa Polda Metro Jaya akan menindak tegas oknum-oknum yang melakukan anarki.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006