Surabaya (ANTARA News) - Sekitar 70 persen merek dagang di Indonesia adalah milik asing, sehingga telah terjadi kolonialisme merek atau brand colonialism di Tanah Air. "Itu karena masyarakat kita masih suka yang serba asing. Karena itu kita harus menyadarkan masyarakat untuk membangun merek lokal," kata Chief Representative of Landor Associates, Daniel Surya di Surabaya, Jumat. Ia mengemukakan hal itu di sela-sela seminar "Kupas Tuntas Brand dalam 24 Jam Kehidupan Manusia" di Universitas Kristen Petra (UKP) Surabaya, dengan pembicara lain Panjang Gunawan (manajer pemasaran Bedak Herocyn). Menurut Daniel, upaya membangun kesadaran masyarakat terhadap merek lokal sangat bergantung kesungguhan salesmen dalam meyakinkan masyarakat tentang kualitas produk yang dijanjikan. "Hal itu bisa dilakukan bedak Herocyn, pasta gigi Pepsodent, dan sebagainya, sehingga jika gatal atau perlu sikat gigi, maka yang dicari adalah merek itu," ungkapnya. Selain itu, masyarakat juga harus tahu bahwa merek asing berarti memberi uang kepada negara lain. Karena itu, merek lokal perlu diperkenalkan dengan iklan, kualitas produk, dan keyakinan sebagai bangsa. "Brand itu dapat dijaga dengan kualitas produk melalui beberapa inovasi, sesuai dengan kebutuhan konsumen yang selalu dinamis dari generasi ke generasi, seperti Bedak Herocyn yang bertahan dari generasi pertama hingga generasi kedua. Tapi generasi ketiga mungkin sudah perlu inovasi," ujarnya. Senada dengan itu, manajer pemasaran Bedak Herocyn, Panjang Gunawan, mengemukakan, langkah paling strategis untuk menciptakan brand yang diingat masyarakat selama 24 jam, adalah menjaga kualitas dan pengenalan konsumen. "Pengalaman kami yang sejak 30 tahun lalu hingga kini tetap unggul, bahkan kami masih unggul 1:13 dibanding merek lain yang menjadi pesaing kami, adalah dengan menjaga kualitas dan pengenalan konsumen," paparnya. Ia menjelaskan, pengenalan konsumen yang dilakukan Bedak Herocyn cukup unik, yakni menambahkan mentol dalam bedak gatal itu, karena menyadari bahwa Indonesia adalah tropis sehingga perlu suasana "dingin" seperti mentol. "Pemberian mentol itu sempat ditiru pesaing kami. Tapi mereka sudah tertinggal jauh, karena baru 6-7 tahun memikirkannya, sehingga kami sudah melangkah jauh," tutur pemilik pabrik yang berlokasi di Taman, Sepanjang, Sidoarjo itu. Segmen pasar Bedak Herocyn yang 80 persen dari kalangan bawah, saat ini tersebar dari Medan hingga Kupang, bahkan ada juga pemasaran hingga ke Malaysia dan Arab Saudi, meski dalam jumlah masih sangat kecil. "Produk kami didominasi masyarakat di luar Jawa, diantaranya Sulawesi, Kaltim, Sumatera, dan Kupang dengan basis terbesar ada di Sulawesi Tenggara yang sering gatal-gatal akibat kondisi air payau di sana," ujarnya. Seminar yang juga menampilkan David Hartanto (direktur proyek IBS atau Indonesia Brand identity Summit) dan Peter Pasia M. Buss (Kepala Program Manajemen Pemasaran UKP Surabaya) itu, merupakan seminar road show yang sebelumnya di Jakarta, Bandung, dan Semarang.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006