"Ia meregang nyawa karena sikap kritisnya. Kebenarannya telah menuntunnya pada laporan terakhir tentang dugaan korupsi pembangunan jalan," kenang Hasto.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo kembali mengenang kisah-kisah pilu ketidakadilan yang dialami sejumlah masyarakat di Tanah Air.

"Masih ingat di kenangan Iwan Setiawan ketika 9 September 2004 langit di Jakarta berubah menjadi kelabu," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo saat membuka kegiatan pengukuhan Sahabat Saksi dan Korban di Jakarta, Kamis.

Pada saat itu, Iwan Setiawan melintas di depan Kantor Kedutaan Besar Australia bersama istrinya. Tanpa ia sadari sebuah ledakan dahsyat menghantamnya hingga sekujur tubuhnya rusak termasuk bola matanya.

Kondisi tersebut tidak membuatnya mudah mendapatkan akses pengobatan. Bantuan sangat diharapkan Iwan namun sayangnya tidak banyak rasa kepedulian yang datang.

Nasib serupa juga dialami oleh Magdalena Kastinah seorang perempuan asal Purwokerto yang dipenjara dari kota ke kota selama belasan tahun tanpa ada peradilan nyata yang dilaluinya.

"Ia tak paham mengapa dipenjara, ia tak tahu apa kesalahannya. Ia juga tidak melakukan kejahatan," kata Hasto.

Kisah memilukan tersebut dilalui Kastinah akibat dituduh menjadi atau tergabung dalam organisasi perempuan yang dianggap berbahaya. Hingga kini keadilan menjadi barang yang sangat mahal bagi Kastinah. Ditambah lagi hingga saat ini nama baiknya tidak pernah dipulihkan.

Tak sampai di situ, Hasto juga kembali mengenang kisah kematian Fuad Muhammad Syarifuddin (Udin Bernas) jurnalis dari harian nasional yang tewas dibunuh usai menulis berita tentang dugaan korupsi proyek pengerjaan jalan.

"Ia meregang nyawa karena sikap kritisnya. Kebenarannya telah menuntunnya pada laporan terakhir tentang dugaan korupsi pembangunan jalan," kenang Hasto.

Tulisan yang diberi judul "Proyek jalan dua kilometer hanya dikerjakan 1,2 kilometer" terbit sehari sebelum Udin meregang nyawa.

Dari peristiwa tersebut dapat dipahami bahwa untuk menguak tabir korupsi memang membutuhkan nyali yang besar sebagaimana yang dilakukan Udin.

"Melaporkan dan menjadi saksi untuk kasus korupsi sama saja menantang maut," ujar dia mengenang keberanian Udin.

Terlebih pada saat itu, belum ada jaminan bagi terlapor yang berani mengungkap kasus dugaan korupsi di Indonesia. Ketiga kisah tersebut hanya sebagian kecil dari ribuan atau mungkin saja jutaan ketidakadilan yang terjadi di Tanah Air.

"Keadilan harus diperjuangkan karena bukan jalan mulus tidak berlubang atau jalan yang mudah dilalui," ucap dia.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022