Jakarta (ANTARA News) - Seperti halnya Senegal dan China di Piala Dunia 2002, atau Jamaika di Piala Dunia 1998, Pantai Gading akan menjadi salah satu pusat perhatian di putaran final Piala Dunia Jerman 2006, dimana negara kecil di Afrika itu akan mencoba peruntungan di pentas sepakbola paling besar di muka bumi itu. Di pertandingan penyisihan zona Afrika, hampir tidak ada yang berharap banyak kepada Pantai Gading karena mereka harus bersaing dengan tim-tim tangguh seperti Kamerun, Mesir, Sudan dan Libia. Menghadapi Kamerun yang sudah lima kali tampil di Piala Dunia atau Mesir yang sudah dua kali lolos ke putaran final, modal sebagai juara Piala Afrika yang mereka raih di Senegal pada 1992 hampir tidak pernah diperhitungkan. Sikap meremehkan tersebut bisa dimengerti karena jangan untuk lolos ke Piala Dunia, Pantai Gading juga gagal ke putaran final Piala Afrika yang digelar beberapa waktu lalu di Tunisia. Justru posisi sebagai underdog itulah yang membuat Pantai Gading tampil tanpa beban dan luput dari pantauan lawan. Hasilnya benar-benar di luar dugaan, Pantai Gading mencatat empat kemenangan dan hanya sekali kalah dari lima pertandingan pertama babak penyisihan. Salah satu kemenangan penting diraih ketika menaklukkan tuan rumah Mesir 2-1 di Kairo. Kemenangan atas Mesir juga diwarnai dengan duka cita ketika asisten pelatih Mama Ouattara, ambruk saat memimpin sesi latihan dan akhirnya meninggal dunia. Duka cita tersebut menjadi pelecut bagi pemain untuk tampil habis-habisan di setiap pertandingan penyisihan, sebagai salah satu cara untuk menghormati Outtara. Pantai Gading pun dengan mudah memimpin Grup 3 setelah mencatat kemenangan mudah 3-0 atas Benin dan melaju ke penyisihan babak kedua. Namun langkah tim tersebut mulai tersendat ketika ditahan imbang 0-0 oleh tuan rumah Libia di Tripoli. Sementara Kamerun yang mulai terseok-seok, harus memenangi lima pertandingan sisa dan siap untuk mengejar ketinggalan selisih gol sebelum bertemu dengan Pantai Gading di Abijan. Pertandingan tersebut dianggap sebagai final grup dan Pantai Gading yang dulunya sama sekali tidak dianggap, mendadak sontak tampil sebagai tim unggulan karena hanya membutuhkan hasil imbang. Namun hasil pertandingan sungguh di luar harapan mereka karena Kamerun, tim berjuluk Singa Perkasa itu meraih kemenangan 3-2 dan berbalik memimpin klasemen grup, serta hanya menyisakan satu pertandingan lagi. Pantai Gading pun dalam bahaya dan yang membuat suasana menjadi genting, yang menentukan nasib mereka adalah hasil pertandingan tim lain, bukan mereka sendiri. Peta pun berubah dan pengamat mulai berbalik menjagokan Kamerun untuk lolos ke Jerman. Harapan yang semula mulai redup, akhirnya bersinar lagi ketika terjadi "keajaiban" ketika Pantai Gading mencatat kemenangan 3-1 atas tuan rumah Sudan, sementara Kamerun ditahan imbang Mesir 1-1 di Yaounde. Takdir telah membawa Pantai Gading ke Jerman. Sukses Pantai Gading tidak lepas dari peran pemain generasi baru yang menjalani pendidikan dan latihan di sebuah akademi yang didirikan Jean-Marc Guillou di luar kota Abijan. Di antara alumni akademi itu adalah Aruna Dindane, Kolo Toure, Didier Zokora, Arthur Boka, Blaise Kouassi dan Barry Copa. Merekalah cikal bakal tim Pantai Gading dan dari merekalah Pantai Gading meraih sukses mencatat sejarah. Salah satu nama yang tidak bisa dilepaskan dari cerita sukses Pantai Gading tentulah Didier Drogba, yang sukses mengantar Chelsea ke tangga juara Liga Inggris. Selama babak penyisihan, Drogba berhasil menyumbang sembilan gol. Mental juara Drogba secara perlahan menjalar ke rekan-rekan satu timnya dan ia pun tidak dipungkiri lagi tampil ibarat jendral lapangan bagi Pantai Gading. Bersama Arune Dindane, penyerang asal klub Perancis Lens, Drogba menjadi ujung tombak kembar yang sangat ditakuti di Afrika. Dindane tidak hanya produktif dengan menyumbang enam gol, tapi sering memberikan umpan akurat bagi Drogba. Nama lain yang tidak bisa diabaikan adalah Bonaventure Kalou dan Kolo Toure yang kerjasama mereka membuat barisan pertahanan sulit ditembus lawan. Andalan lainnya adalah Cyrille Domoraud, dan kipper Jean Jacques Tizie. Suskes Pantai Gading juga tidak lepas dari jasa pelatih asal Perancis, Henri Michel yang sebelumnya juga pernah mengantar Perancis dan Kamerun dan Tunisia ke putaran final Piala Dunia sebelumnya. Ciri khas Michel adalah sikap teguhnya dalam memilih pemain meski keputusan tersebut sering menimbulkan kritikan. Berikut sejarah singkat Pantai Gading: Berdiri : 1960 Berafiliasi : 1960 Tampil di PD : Belum pernah Prestasi kontinen: Juara Piala Afrika 1992 Data dan Fakta Dalam tujuh kali usaha, Pantai Gading belum pernah sukses ke putaran final Piala Dunia. Pada babak penyisihan Piala Dunia 2002, Pantai Gading hampir saja lolos, tapi pada saat-saat terakhir gagal mencatat kemenangan yang diperlukan. Padahal ketika itu mereka tidak terkalahkan, termasuk pada partai terakhir ketika ditahan imbang Tunisia yang akhirnya lolos ke Piala Dunia 2002.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006