Semarang (ANTARA) - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Jawa Tengah menyerukan media berkontribusi dalam membangun mutu demokrasi, dengan menyajikan pemberitaan yang mendidik, mencerahkan, sekaligus sarat nuansa berkebangsaan, dalam menghadapi tahun politik 2024.

Ketua PWI Jawa Tengah Amir Machmud NS dalam Refleksi Akhir Tahun 2022 yang dihadiri sejumlah pekerja media di Gedung Pers, Semarang, Sabtu, menyebut bahwa pemberitaan media menjelang tahun politik 2024--dengan kulminasi kontestasi Pemilihan Presiden--sudah terasa makin menghangat.

Hari-hari ini, menurut dia, wartawan dan media sudah berfokus pada berita- berita menuju tahun politik. Permutasi nama-nama calon presiden dan calon wakil presiden mulai diapungkan oleh berbagai pihak. Pengamat politik, lembaga survei, para elite partai politik, juga sejumlah kelompok sukarelawan menjadi bagian dalam dinamika tersebut.

Survei-survei ketokohan dan elektabilitas capres-cawapres memenuhi ruang pemberitaan media dalam berbagai platform, termasuk media sosial.

Dari simulasi dan permutasi pasangan calon yang muncul, menurut Amir, bisa disimpulkan tentang kecenderungan versi-versi berdasarkan latar belakang nasionalis, agamis, yang kemudian seolah-olah terdikotomikan ke dalam dua sikap, yakni politik kebangsaan dan sikap politik aliran.

Berpijak pada realitas itu, PWI Jawa Tengah mengajak para wartawan dan media untuk mempertimbangkan pengelolaan sikap berjurnalistik dan bermedia dengan narasi-narasi yang kritis, edukatif, dan mencerahkan.

Pertama, media jangan larut dalam arus pemberitaan yang lebih beraksen mempertentangkan politik aliran, yang justru berpotensi menyuburkan sekat-sekat kehidupan berbangsa dan bernegara. Standar jurnalistik dengan fungsi pers sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan moralitas Kode Etik Jurnalistik jelas bermuatan iktikad kebajikan.

“Jangan memberi ruang pemberitaan yang bertendensi mengusik rasa keberagaman dan kebinekaan. Menuding rival politik dengan stigmatisasi seperti Cebong dan Kadrun, misalnya, harus dihindari dalam pemberitaan,” katanya.

Kedua, kuatkan edukasi jurnalistik pada masa-masa menjelang pemilu agar lebih berorientasi pada update pengetahuan tentang kepemiluan dan pendidikan demokrasi. Tentu termasuk dinamika-dinamika dan evaluasi pelaksanaan tahapan-tahapan pemilu lewat fungsi kontrol sosial.

Ketiga, ciptakan atmosfer kritis pemberitaan dengan penuh tanggung jawab sehingga dengan agenda-agenda sosialnya, pers berperan mendorong berlangsungnya pemilu, termasuk pilpresyang bening, mencerahkan, dan memaslahatkan khalayak.

Dengan sikap tersebut, menurut Amir yang juga dosen di sejumlah perguruan tinggi itu, media dapat berperan menjaga bangsa dari akibat-akibat pemberitaan yang hanya mementingkan sensasi kepentingan viralitas. Juga hindari memberi ruang bagi ekspresi-ekspresi politik yang membelakangi nilai-nilai berkebangsaan.

“Pers Indonesia harus kita dorong tumbuh sebagai kekuatan kebangsaan, dalam keniscayaan memahkotakan nilai-nilai keberagaman sebagai sunnatullah keindonesiaan kita,” demikian Amir Machmud NS.

 

Pewarta: Achmad Zaenal M
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022