Pelarangan ataupun menghalangi pelaksanaan ibadah Natal oleh pemeluk agama lain tidak boleh terjadi lagi.
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari mengajak masyarakat untuk kembali memahami makna toleransi dan kebebasan menjalankan ibadah terkait momentum perayaan Hari Raya Natal 2022, yang menjadi tantangan untuk diperbaiki bersama.

Hal tersebut disampaikan Taufik Basari menanggapi peristiwa pelarangan ibadah Natal sebagaimana video viral di media sosial yang terjadi di salah satu perumahan di wilayah Cilebut, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Minggu (25/12).

"Pelarangan ataupun menghalangi pelaksanaan ibadah Natal oleh pemeluk agama lain tidak boleh terjadi lagi, kita harus pastikan semua pihak, masyarakat, pejabat, aparat, kita semua memahami makna toleransi dan kebebasan menjalankan ibadah," kata Taufik dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Ia pun mengajak masyarakat untuk merefleksikan peristiwa yang menimpa umat Kristiani di Kabupaten Bogor tersebut sebagai pelajaran penting, agar nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, dan semangat kebinekaan menjadi bagian dari kehidupan keseharian masyarakat.

"Di momen seperti inilah penting bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk senantiasa merawat kebinekaan dan menunjukkan toleransi antarumat beragama," ujarnya.

Dalam peristiwa tersebut, kata Taufik, semestinya pemerintah daerah maupun pihak kepolisian duduk bersama dengan kedua belah pihak masyarakat untuk menjelaskan pentingnya menjaga kelangsungan kebebasan beragama dan menjalankan ibadah.

"Meski Polres Bogor menyatakan pihaknya telah menjaga prosesi ibadah hingga selesai, namun persoalan ini tidak boleh dianggap biasa tanpa dilakukannya upaya untuk memberikan pemahaman kepada warga setempat," katanya pula.

Ia menyebut sudah semestinya setiap orang di Indonesia tidak terhalangi haknya dalam menjalankan ibadah, karena Indonesia berlandaskan Pancasila dan ada pula jaminan perlindungan menurut UUD 1945.

"Dalam Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945 jelas tertulis bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya," katanya lagi.

Tidak hanya itu, ujar dia, hak atas kebebasan beragama dan beribadah tersebut juga dijamin di Pasal 22 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Berangkat dari peristiwa tersebut, Taufik pun secara khusus meminta pemerintah pusat untuk segera meninjau kembali Surat Keputusan Bersama (SKB) Dua Menteri, yakni Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 terkait Pendirian Rumah Ibadah.

Menurut dia, izin semestinya tidak didasarkan pada jumlah jemaat, melainkan aspek lainnya yang terkait dampak pada lingkungan sekitar. Misalnya, kemacetan, kebersihan, dan aspek lainnya yang bersifat netral dan berlaku bagi seluruh umat beragama.

"Izin seharusnya hanya perlu mengatur tempat ibadah yang dimaksudkan untuk menyelenggarakan ibadah rutin dengan kondisi tertentu. Ibadah yang dilakukan di kediaman warga dengan mengundang saudara, kerabat atau teman merupakan bagian dari hak warga negara menjalankan ibadah secara personal dan tidak boleh dihalangi," kata Taufik pula.
Baca juga: Polres Boyolali berikan pengamanan khusus lima gereja
Baca juga: Pemkot Madiun larang kegiatan perayaan malam Tahun Baru 2022

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022