Stunting dulu dianggap hanya menjadi masalah kesehatan semata, sehingga upaya penanganannya berfokus hanya pada kesehatan. Namun saat ini berkembang bahwa stunting tidak hanya masalah kesehatan
Jakarta (ANTARA) - Kepala Dinas Sosial P2KB Kota Pekalongan, Jawa Tengah, Yos Rosyidi mengatakan bahwa penanganan stunting di Indonesia saat ini tidak lagi hanya berfokus pada kesehatan ibu dan anak, melainkan sudah merembet ke banyak aspek dalam kehidupan.

“Stunting dulu dianggap hanya menjadi masalah kesehatan semata, sehingga upaya penanganannya berfokus hanya pada kesehatan. Namun saat ini berkembang bahwa stunting tidak hanya masalah kesehatan,” katanya dalam Sosialisasi Bagi Para Penyuluh Agama dalam Percepatan Penurunan Stunting yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan bahwa stunting adalah kondisi gagal tumbuh dan kembang pada anak-anak akibat kekurangan asupan gizi hingga infeksi berulang dalam waktu yang cukup lama. Stunting kemudian berdampak pada rendahnya tingkat kecerdasan anak, tidak optimalnya tumbuh kembang anak hingga mudah terserang penyakit.

Dalam percepatan penurunan stunting yang kini diamanatkan Presiden Joko Widodo dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2022, katanya, penanganan stunting dibuka secara melebar ke banyak aspek seperti penanganan ekonomi, sosial, infrastruktur masyarakat hingga budaya dan pola pengasuhan.

Pihak yang menjadi target sasaran utama, kata dia, adalah remaja, calon pengantin, calon pasangan usia subur, ibu hamil, ibu menyusui dan ibu yang mempunyai anak usia 0-59 bulan.

Semua aspek tersebut, menurut dia, berkaitan erat, sehingga untuk mewujudkan generasi emas di tahun 2045, pemerintah harus benar-benar memastikan bahwa tumbuh kembang anak tidak terganggu guna menciptakan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, kreatif dan berdaya saing sejak kecil.

“Salah satu tantangan pembangunan SDM berkualitas yang dihadapi Indonesia adalah stunting. Dampak stunting di antaranya adalah tingkat produktivitas rendah serta tidak memiliki daya saing dalam dunia kerja,” katanya.

Menurutnya salah satu penanganan stunting, dapat dimulai dengan menggerakkan tokoh atau penyuluh agama di semua daerah. Dalam agenda ceramah agama yang dibawakan, para penyuluh bisa menyelipkan materi terkait persiapan perkawinan, merencanakan dan merawat kehamilan serta mengasuh anak dengan benar agar terbebas dari stunting.

Ia mengatakan peran penyuluh agama sangat menentukan penyebarluasan informasi terkait pencegahan stunting pada kelompok sasaran.

Oleh karenanya, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) serta Kementerian Agama diharapkan dapat memberikan pembekalan materi kie audiovisual yang baik sebagai pembelajaran bagi penyuluh agama dalam memberikan penyuluhan.

“Tujuan dari pembekalan penyuluh agama dalam percepatan stunting adalah meningkatkan pengetahuan penyuluh agama dalam memberikan KIE pada kelompok sasaran, kemudian meningkatkan komitmen dan peran aktif penyuluh agama dan tokoh masyarakat dalam melakukan KIE percepatan penurunan stunting,” demikian Yos Rosydi.

Baca juga: BKKBN: Kematian ibu dan bayi ukuran derajat kesehatan suatu bangsa

Baca juga: BKKBN: Jateng masuk kasus "stunting" berprevalensi tinggi Indonesia

Baca juga: Pemkot Pekalongan gencarkan kampanye gemar makan ikan cegah stunting

Baca juga: Dubes: Prancis akan bantu BKKBN atasi stunting dan kespro


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022