Sempat ada yang trauma tetapi sekarang kondisinya sudah baik
Trenggalek, Jatim (ANTARA) - Dinas Sosial Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur proaktif melakukan pendampingan psikologis terhadap empat santriwati korban pelecehan bapak-anak pengasuh salah satu pondok pesantren untuk memulihkan dari trauma kekerasan seksual yang dialaminya.

"Pendampingan ini bertujuan untuk memulihkan psikologis mereka dari trauma sehingga para korban dapat kembali beraktivitas seperti biasanya," kata Plt. Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Trenggalek, Saeroni di Trenggalek, Senin.

Keempat korban saat ini ditempatkan di shelter khusus dan mendapat terapi trauma healing dari tim piskolog yang disediakan dinsos.

Para korban yang semuanya masih anak-anak tersebut diberi pembimbingan psikologis, selain juga diberi permainan tertentu untuk memulihkan fokus dan perhatian para korban dari bayang-bayang trauma masa lalu.

Proses pendampingan dilakukan secara komprehensif, mulai dari kesehatan fisik hingga pemulihan psikologi korban.

Baca juga: Polisi terapkan pasal berlapis terhadap kiai pelaku kekerasan seksual
Baca juga: MUI minta orang tua lebih selektif pilih lembaga pendidikan


Ia menjelaskan, dalam kasus ini pihaknya juga telah menunjuk seorang penasihat hukum untuk melakukan pendampingan hukum terhadap para korban mulai dari pemeriksaan awal hingga ke persidangan.

"Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban kekerasan adalah penanganan yang cepat, termasuk rehabilitasi secara fisik, psikis dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan lainnya," katanya.

"Sempat ada yang trauma tetapi sekarang kondisinya sudah baik. Sedangkan untuk proses pembelajaran, saat ini keempat korban tersebut ada yang meminta pindah sekolah ada juga yang masih belajar secara daring," ujarnya.

Permintaan itu dilakukan lantaran para korban mengalami trauma.

Terlebih dugaan tindakan pelecehan itu dilakukan oleh dua pengasuh ponpes yang merupakan seorang pemilik pondok beserta anaknya.

Kondisi itulah yang ditengarai menjadi latar belakang para korban takut kembali belajar di ponpes tersebut.

"Pada tahap awal proses pendampingan adalah memastikan para korban tetap mendapatkan hak untuk mengakses pendidikan sehingga mereka tidak merasa terintimidasi di sekolah atau situasi yang membuat mereka trauma mereka lebih dalam," katanya.

Baca juga: JPU tuntut terdakwa pencabulan santri di Jember 10 tahun penjara
Baca juga: Polisi terapkan pasal berlapis terhadap kiai pelaku kekerasan seksual

Sebelumnya kasus itu mencuat berawal dari curhatan orang tua korban saat petugas dinas sosial melakukan sosialisasi.
​​​​​​
Curhatan berbuah laporan polisi itu mengakhiri petualangan tindakan pelecehan seksual yang dilakukan dua pengasuh ponpes itu yang ditengarai berlangsung sejak kurun waktu 2021 hingga 2024.

Saat ini kedua pengasuh ponpes di wilayah Kecamatan Karangan berinisial M (72) dan anaknya F (37) itu sudah menyandang status tersangka dan ditahan pihak kepolisian. Dalam kasus itu ditengarai korban pelecehan kedua pengasuh ponpes itu mencapai belasan santri.

Ada empat santri yang sudah melapor ke polisi dari 12 santri yang diduga menjadi korban.

Baca juga: Keluarga Korban Kyai Cabul Demo di Surabaya
Baca juga: Polisi ungkap kasus asusila guru pesantren di Bandung selama 4 tahun
Baca juga: Korban kekerasan seksual di pesantren Semarang dapat pendampingan

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2024