Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyampaikan bahwa Indonesia sebagai negara maritim menjadi pusat konveksi pertumbuhan awan dan memproduksi hujan sehingga berpotensi terjadi cuaca ekstrem.

"Indonesia berada di benua maritim, ini merupakan wilayah dengan energi yang relatif tinggi di mana sinar matahari tegak lurus ke wilayah ekuator sehingga wilayah kita menjadi pusat konveksi pertumbuhan awan dan memproduksi banyak sekali hujan," ujar Peneliti Ahli Madya BRIN Didi Satiadi dalam diskusi daring "Waspada Cuaca Ekstrem" di Jakarta, Rabu.

Ia menambahkan, energi tinggi tersebut dapat dilepaskan dalam bentuk kejadian cuaca ekstrem.

Baca juga: BRIN lakukan modifikasi cuaca untuk libur Natal dan Tahun Baru

"Jadi memang kondisi wilayah Indonesia itu cenderung untuk terjadinya kondisi ekstrem terutama yang terkait hujan karena kita memang penghasil hujan terbesar di dunia," katanya.

Selain itu, lanjut dia, dinamika atmosfer di benua maritim ekuator juga menyebabkan wilayah Indonesia menjadi wilayah di mana gelombang-gelombang atmosfer saling berinteraksi.

"Gelombang-gelombang atmosfer ini suatu ketika saling menguatkan yang menimbulkan kejadian ekstrem, suatu ketika saling melemahkan sehingga tidak terjadi kejadian ekstrem," katanya.

Baca juga: SIL UI-BRIN kolaborasi riset ciptakan lingkungan hijau

Ia mengatakan, kompleksitas dinamika atmosfer itu menyebabkan wilayah Indonesia menjadi wilayah yang sulit diprediksi.

Dalam kesempatan itu, Didi juga mengatakan bahwa faktor lain penyebab cuaca ekstrem adalah pemanasan global akibat pembakaran bahan bakar fosil berlebih sehingga menyebabkan perubahan iklim.

"Perubahan iklim itu pada dasarnya meningkatkan siklus hidrologi. Karena lebih cepat artinya lebih besar penguapan, lebih intens, lebih deras hujannya, lebih basah, sekaligus lebih kering," katanya.

Baca juga: BRIN dan perguruan tinggi tingkatkan riset teknologi bersih

Untuk mengatasi cuaca ekstrem, ia menyarankan agar masyarakat menanam pohon sebanyak-banyaknya serta mengurangi pemakaian energi berbasis fosil ke energi terbarukan seperti dari cahaya matahari, gelombang, angin, atau bendungan.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022