Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan hasil evaluasi menunjukkan pengetahuan Tim Pendamping Keluarga (TPK) dan audit kasus stunting pada tahun 2022 belum optimal dan masih memerlukan perbaikan.

“Agenda (revolusi kinerja) kami (tahun 2023) sudah jelas meningkatkan pengetahuan TPK,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Hasto menuturkan dalam pantauannya, TPK yang terdiri atas bidan, kader PKK, dan kader KB belum cukup menyadari bahwa stunting merupakan musuh bersama yang dapat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia di masa depan.

Pemikiran itu seharusnya ditanamkan saat melakukan pendampingan hingga ke tingkat desa, agar setiap kegiatan dapat membuahkan hasil yang konkret dan sesuai target yakni angka stunting turun menjadi 14 persen pada tahun 2024.

Baca juga: BKKBN: RAN PASTI membuat pengentasan stunting jadi lebih terarah

Oleh karena itu, selama tahun 2023 BKKBN membantu TPK meningkatkan pengetahuan terkait penanganan stunting melalui pelatihan yang banyak dengan fasilitas memadai. Bentuk peningkatan pengetahuan yang disebutkan nantinya juga akan memanfaatkan bantuan digital atau online untuk mengefisienkan waktu.

“Saat ini ada pelatihan secara virtual, itu bisa jadi efisien. Saya berharap TPK men-download materi. Jadi, kalau mau hemat mungkin satu orang di kecamatan bisa download materinya, kemudian dibagi dan disebarkan ke yang lain,” ujarnya.

Hal yang sama juga terjadi pada Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS). Dari hasil evaluasi selama tahun 2022, Hasto mendapati bahwa masih banyak tim yang masih mendahulukan kepentingan pribadinya. Ia berharap egoisme semua pihak dapat berpusat pada penurunan stunting.

“Ingat bahwa kita punya musuh bersama dan itu adalah kemiskinan ekstrem, kematian ibu, kematian bayi yang masih tinggi, dan stunting yang mewakili kualitas SDM kita yang masih rendah. Oleh karena itu, mari kita jangan memikirkan egoisme sektoral kita,” ujarnya.

Baca juga: BKKBN: Penanganan stunting masih terbentur ego sektoral

Hasto melanjutkan dalam audit kasus stunting masih banyak pihak yang menyamakan audit kasus stunting dengan audit akuntansi. Padahal, audit yang dilakukan dalam percepatan penurunan stunting lebih menitikberatkan pada pemecahan kasus secara klinis.

Hal tersebut kemudian membuat beberapa kasus menjadi tidak terkoreksi maksimal, meski telah melibatkan para ahli di dalamnya. Seharusnya, audit kasus menemukan solusi dari terjadinya stunting pada anak, misalnya stunting akibat tuberkulosis yang mengakibatkan turunnya nafsu makan anak.

Meski demikian, Hasto juga mengakui bahwa audit kasus stunting merupakan hal baru yang BKKBN kerjakan per bulan Maret 2022 lalu. Sehingga, pada tahun 2023 akan lebih ditingkatkan karena hasil audit dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran baik secara internasional maupun nasional.

Hasto menargetkan segala bentuk penanganan stunting pada tahun 2023 sudah mencapai tingkat desa dan berbasiskan dengan data secara by name by address. Oleh karena itu, Hasto meminta setiap pihak terkait mengeratkan kerja samanya, agar setiap kasus stunting dapat ditangani dengan baik sesuai intervensinya.

Baca juga: Kepala BKKBN: Stunting berbeda dengan pendek akibat faktor genetik

“Kita harus melakukan sebanyak mungkin intervensi, itu yang menjadi agenda mutlak karena Menteri Desa PDTT sudah mengalokasikan dana desa untuk stunting juga. Oleh karena itu, agenda saya juga memastikan bahwa desa itu juga akan terlibat mengendalikan stunting,” katanya.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023