Ini kemungkinan (menjadi) permainan volatilitas
Singapura (ANTARA) - Harga minyak bertahan dalam kisaran sempit di perdagangan Asia pada Selasa sore, meskipun prospek permintaan diselimuti oleh survei aktivitas manufaktur yang lemah dari China dan peringatan ketua Dana Moneter Internasional bahwa ekonomi global menghadapi tahun yang sulit di depan.

Minyak mentah berjangka Brent pulih dari kerugian awal ketika harga turun 1,0 dolar AS per barel, rebound menjadi 86,29 dolar AS per barel pada pukul 07.37 GMT, meningkat 38 sen atau 0,44 persen. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS berada naik 51 sen atau 0,64 persen, menjadi diperdagangkan di 80,77 dolar AS per barel.

"Ini kemungkinan (menjadi) permainan volatilitas," kata kepala analisis APAC di Vortexa, Serena Huang.

Baca juga: Minyak turun di Asia setelah IMF indikasikan 2023 lebih sulit

Vandana Hari, pendiri Vanda Insights di Singapura, mengatakan tidak banyak yang berubah selama minggu-minggu terakhir Desember.

"Tetapi ada beberapa faktor yang berubah, yang utama di antaranya adalah ekonomi dan keluarnya COVID dari China, dan memperhitungkannya tidaklah mudah," tambahnya.

Survei pabrik yang lemah dari China, importir minyak mentah terbesar dunia dan konsumen minyak terbesar kedua, merupakan faktor bearish. Indeks manajer pembelian manufaktur Caixin/Markit turun menjadi 49,0 pada Desember dari 49,4 pada November. Indeks telah bertahan di bawah angka 50 poin yang memisahkan pertumbuhan dari kontraksi selama lima bulan berturut-turut.

“Pasar tidak dapat mengharapkan pemulihan ekonomi China yang cepat setelah tiga tahun (kontrol pandemi), kebangkrutan massal perusahaan kecil dan menengah, tingkat pengangguran yang melonjak, peningkatan cepat dalam tingkat tabungan sosial, dan pertumbuhan yang cepat dalam jumlah infeksi dan kematian dalam beberapa bulan terakhir," kata Leon Li, analis CMC Markets di China.

Ini mengikuti berita tentang peningkatan kuota ekspor produk minyak gelombang pertama yang lebih besar dari perkiraan untuk tahun 2023 yang dirilis oleh pemerintah China. Beberapa pedagang mengaitkannya dengan ekspektasi permintaan domestik yang buruk ketika negara itu terus berjuang melawan gelombang infeksi COVID-19.

Semakin menggelapkan prospek, Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan pada Minggu (1/1/2023) bahwa Amerika Serikat, Eropa dan China - mesin utama pertumbuhan global - semuanya melambat secara bersamaan, membuat tahun 2023 lebih sulit daripada tahun 2022 untuk ekonomi global.

Harga minyak telah menetap lebih dari 2,0 persen lebih tinggi pada Jumat (30/12/2022), dengan Brent dan WTI mengakhiri tahun 2022 masing-masing melonjak 10,5 persen dan 6,7 persen dari tahun sebelumnya.

Analis Societe Generale mengatakan dalam sebuah catatan tertanggal 3 Januari bahwa minggu yang berakhir pada 27 Desember, telah melihat aliran dana mingguan terbesar ke komoditas selama tahun 2022.

Mereka mengatakan bahwa dari 12,3 miliar dolar AS yang mengalir ke komoditas pada minggu itu, sekitar 3,4 miliar dolar AS masuk ke Brent, sebagian besar sebagai reaksi terhadap tanggapan agresif Rusia terhadap Uni Eropa dan G7 memberlakukan batasan harga pada ekspor minyak mentah Rusia ke pihak ketiga.

Presiden Rusia Vladimir Putin melarang pasokan minyak mentah dan produk minyak mulai 1 Februari selama lima bulan ke negara-negara yang mematuhi batas tersebut. Keputusannya juga termasuk klausul yang memungkinkan dia untuk membatalkan larangan dalam kasus-kasus khusus.

Minyak mentah Rusia telah dialihkan ke India dan China dari Eropa. Pedagang mengatakan Moskow berencana meningkatkan ekspor diesel dari pelabuhan laut Baltik Primorsk menjadi 1,81 juta ton pada Januari, tetapi ekspor dari Tuapse diperkirakan turun menjadi 1,333 juta ton.

Baca juga: Harga minyak 2023 diperkirakan naik tipis, dipicu ekonomi global lemah
Baca juga: Minyak akhiri tahun liar dengan kenaikan tahunan kedua berturut-turut

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023