Jakarta (ANTARA News) - Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat hukuman mantan Menteri Agama Said Agil Husen Al Munawar dalam kasus korupsi Dana Abadi Umat (DAU) menjadi tujuh tahun penjara. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ricky Sipayung mengatakan, pihaknya baru menerima petikan putusan banding tersebut dari panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa. "Selain memperberat hukuman penjara, PT DKI juga menambah uang ganti rugi yang harus dibayar terdakwa menjadi sebesar Rp5 miliar. Sedangkan dendanya tetap," kata Ricky. Pada 7 Februari 2006, PN Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman lima tahun penjara kepada Said Agil, kewajiban membayar denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan serta mengganti kerugian negara sebesar Rp2 miliar. Atas putusan banding tersebut, JPU langsung menyatakan kasasi. "Kami langsung mendaftarkan kasasi hari ini juga, begitu menerima petikan putusan banding," ujar Ricky. Ia menambahkan, JPU berharap Said Agil dikenakan hukuman sesuai dengan tuntutan JPU yaitu sepuluh tahun penjara. "Kami ingin lebih memperkuat tuntutan JPU, dan juga untuk memperkuat berkas perkara lain dalam kasus yang sama. Kami juga berharap terdakwa dapat dihukum sesuai dengan tuntutan JPU," katanya. Putusan yang menambah hukuman bagi mantan Menteri Agama era Presiden Megawati itu diambil dalam musyawarah Majelis Hakim PT DKI Jakarta pada 19 April 2006 yang terdiri atas Endang Fucianmaksin, Cahyani R Tanjung dan M.Alim. Ricky mengatakan belum mengetahui pertimbangan Majelis Hakim banding yang memperberat hukuman Said Agil karena baru menerima petikan putusan. Namun, ia mengatakan pertimbangan yang diterapkan oleh Majelis Hakim banding kemungkinan sama dengan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat, hanya lamanya hukuman dipertambah. Majelis Hakim PN Jakarta Pusat yang diketuai Cicut Sutiarso menilai perbuatan Said selama menjabat Menteri Agama pada 2001 hingga 2004 yang menempatkan dana hasil efisiensi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) di luar rekening DAU telah melanggar Undang-Undang No.17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Keppres 22 Tahun 2001 tentang BP DAU. Karena pengeluaran tersebut tidak sesuai ketentuan, maka Majelis Hakim menilai segala pengeluaran yang diambil dari DAU dan BPIH melalui perintah Menteri Agama dalam bentuk tertulis (KMA), disposisi maupun lisan menjadi tidak sah, kecuali untuk biaya audit BPIH yang disetorkan ke kas negara melalui rekening Sekjen BPK karena menurut Majelis Hakim saat itu BPK belum mempunyai anggaran untuk audit BPIH. Namun, Majelis Hakim menganggap tidak sah pengeluaran untuk auditor BPK seperti honorarium, uang transpor dan sebagainya karena melanggar kepatutan. Majelis Hakim juga menganggap wajar pengeluaran dana dari DAU untuk biaya pelatihan Hakim Pengadilan Agama ke Mesir karena masih sesuai dengan peruntukan DAU, yakni untuk kepentingan pendidikan dan dakwah. Selain, itu Hakim juga berpendapat ditempatkannya hasil efisiensi ke dalam delapan rekening di luar DAU rawan diselewengkan karena Menteri Agama sesuai peraturan tidak wajib melaporkannya kepada Presiden dan DPR serta tidak pernah diadakan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Said juga telah dinyatakan terbukti memperkaya diri sendiri secara melawan hukum dengan menerima tunjangan operasional, dana taktis, dan lain-lain dari DAU dan BPIH selaku Menteri Agama dan Ketua Badan Pengelola DAU. Selain itu, Hakim berpendapat penerimaan tunjangan tersebut telah bertentangan dengan rasa kepatutan dan keadilan masyarakat. Majelis Hakim menyatakan Said Agil juga bertanggungjawab atas kerugian sebesar Rp11,2 miliar akibat biaya pemondokan dan catering yang terlanjur dibayar untuk 30 ribu calon jamaah haji kloter tambahan yang permohonannya ternyata ditolak oleh Pemerintah Arab Saudi.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006