Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terus menggencarkan kampanye pencegahan perkawinan anak, guna menekan angka kematian ibu (AKI) semakin bertambah di Jawa Timur.

“Perkawinan dan kehamilan pada usia anak atau remaja memicu berbagai masalah seperti kematian ibu dan bayi, stunting, kemiskinan, dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang biasanya berakhir pada perceraian,” kata Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Timur Maria Ernawati ddalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Maria menyebutkan jika kampanye yang digaungkan adalah mengajak kaum remaja untuk menikah pada usia yang sudah matang.

Meski dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 16 Tahun 2019 mengatur usia minimal menikah adalah 19 tahun baik untuk pria maupun wanita, namun pihaknya menyarankan supaya setidaknya perkawinan dilaksanakan saat perempuan minimal di usia 21 tahun dan laki-laki minimal pada usia 25 tahun.

Hal itu dimaksudkan agar pasangan dapat lebih matang dan siap secara fisik maupun batin. Apalagi berdasarkan data dari Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, pengajuan dispensasi kawin di Jawa Timur selama periode Januari-November 2022 sudah mencapai 14.409 pengajuan.

Sementara dispensasi kawin tertinggi ada di Pengadilan Agama (PA) Malang sebanyak 1.310 perkara, diikuti oleh PA Jember 1.257 perkara dan PA Kraksaan 1.086 perkara. Padahal dalam hasil Pendataan Keluarga 2021 (PK-21), diketahui bila jumlah penduduk usia 13-24 tahun ada sebanyak 6.137.689 jiwa.

Dengan tingginya angka tersebut, dapat diketahui jika pernikahan usia anak di Jawa Timur masih sangat tinggi dan harus dijadikan perhatian oleh semua pihak karena masalah itu merupakan salah satu faktor penyebab stunting.

Oleh karenanya, BKKBN mengimbau setiap orang tua untuk memberikan pengasuhan dan pengawasan yang optimal dan memberikan informasi yang benar terutama terkait kesehatan reproduksi.

“Jaga anak-anak kita dari berbagai kemungkinan buruk yang mengancam mereka. Bagi stakeholder terkait marilah kita bersinergi, berbagi peran untuk mencegah perkawinan anak di Jawa Timur,” katanya.

Sebelumnya, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengingatkan jika pernikahan anak akan memperbesar kematian ibu dan bayi. Anak yang ditinggalkan oleh ibu memiliki peluang lebih besar terkena stunting karena kurang pengasuhan dan kasih sayang yang cukup.

Sebab, stunting bisa terjadi akibat pemberian pola asuh yang belum benar, baik secara mental emosional maupun fisik. Pada sisi mental, anak dapat dikatakan belum mampu dan siap menghadapi berbagai risiko dalam berumah tangga karena berada pada usia yang butuh banyak waktu untuk bermain dan belajar.

Sedangkan dari sisi kesehatan secara fisik bagi perempuan, tubuh anak usia di bawah 19 tahun masih mengalami pertumbuhan terutama pada bagian rahim. Sehingga bila dinikahkan pada usia muda, akan memiliki potensi terkena kanker mulut rahim yang lebih besar.

Baca juga: KPPPA: Jangan jadikan suara anak hanya sebagai dokumen kerja daerah
Baca juga: KemenPPPA dorong kekerasan seksual terhadap anak Sumut diproses hukum
Baca juga: Pemerintah cegah perkawinan anak untuk turunkan risiko stunting


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023