Jakarta (ANTARA) -
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan potensi tsunami di Provinsi Maluku dapat diakibatkan oleh pergerakan subduksi hingga adanya longsoran.

Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data dan Informasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing diikuti daring di Jakarta, Selasa, mengatakan Provinsi Maluku yang berupa kepulauan memiliki wilayah laut paling besar di Indonesia.

Abdul mengatakan Provinsi Maluku terdapat Palung Banda, bagian paling dalam di Indonesia hingga 6.000 meter di bawah permukaan laut.

“Ini setelah dari beberapa hasil riset dari para peneliti, juga berpotensi tsunami. Tidak hanya dari pergerakan subduksinya, tetapi juga dari longsoran,” kata dia.

Baca juga: BNPB: Gempa Maluku terasa hingga di 11 daerah NTT

Di sisi lain, Abdul mengatakan Provinsi Maluku secara historis pernah terjadi tsunami yang cukup luar biasa.

“Misalkan kalau kita lihat balik ke belakang tahun 1674 itu ada tsunami yang mungkin tercatat paling tinggi di Indonesia hingga saat ini, ukurannya mungkin antara 90 sampai 112 meter pada saat itu, dan itu cukup mengakibatkan banyak korban,” ujar dia.

Artinya, kata Abdul, secara historis Maluku dan Maluku Utara adalah daerah dengan frekuensi kejadian tsunami paling tinggi sejarahnya di Indonesia.

Namun, menurut dia, hal itu bukan menjadi aspek yang kemudian membuat ketakutan pada masyarakat, tetapi menjadi aspek untuk kesiapsiagaan. Saat merasakan gempa di pinggir pantai, jika guncangan itu menerus selama lebih dari 20 detik, diharapkan masyarakat dapat mengevakuasi diri.

Baca juga: Sebuah pulau muncul di Kepulauan Tanimbar Maluku setelah gempa

BNPB melaporkan 92 rumah warga Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, mengalami kerusakan pascagempa magnitudo 7,5 pada Selasa dini hari.

Hingga kini belum ada laporan korban jiwa maupun jumlah warga yang mengungsi pascagempa. BPBD setempat masih melakukan pendataan di lokasi terdampak. Sementara itu, 1 warga di Dusun Romnus, Kecamatan Wuarlabobar, Kecamatan Tanimbar Selatan, mengalami luka-luka.

Gempa bumi M7,5 berpusat di 136 km barat laut Kepulauan Tanimbar dengan kedalaman 130 km. Berselang beberapa waktu kemudian, gempa susulan terjadi dengan magnitudo (M)5,5, tepatnya pukul 01.10 WIB atau 03.10 waktu setempat. Pusat gempa berada di 197 km barat laut Kepulauan Tanimbar dengan kedalaman 128 km. Pusat gempa berada di laut dan tidak berpotensi tsunami.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis intensitas kekuatan gempa yang diukur dengan skala MMI atau Modified Mercalli Intensity, wilayah Saumlaki V MMI, Dobo dan Tiakur IV MMI, Sorong, Kaimana, Alor, Waingapu, Waijelu, dan Lembata III-IV MMI, Merauke, Nabire, Tanah Merah, Wamena, Bakunase, Kolhua, Rote, Sabu, Ende, Amarasi Selatan, da Kota Kupang II-III MMI, Ambon dan Piru, II MMI.

Baca juga: Peneliti: Fenomena pulau baru di Tanimbar akibat patahan gempa

BNPB juga merujuk pada referensi Katalog Gempa bumi Signifikan dan Merusak 1821-2018, di mana warga Saumlaki, Maluku, pernah mengalami guncangan gempa dengan magnitudo di atas 7,0, di antaranya pada tahun 1920, 1995, 2006, dan 2009. Catatan gempa besar pada tahun tersebut terukur intensitas gempa antara IV-VI MMI.

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023