"Sebenarnya kalau memutar rekaman pidato presiden Soeharto waktu mengundurkan diri, pada waktu itu Pak Harto menyampaikan agar semua kesalahan yang dia lakukan atau kekurangan, dia mohon dimaafkan. Saya jadi saksi sejarah pada waktu itu," ujar Yusril
Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum memutuskan status Soeharto berkenaan dengan penyakitnya yang sudah tidak dapat disembuhkan, namun pilihan yang telah ada di atas meja adalah memberikan amnesti; abolisi; penghentian perkara; atau penutupan perkara terhadap Soeharto. "Belum diambil satu kesimpulan, apakah akan diberikan amnesti, abolisi, mengajukan diponir (penghentian perkara), ataukah akan ditutup perkaranya berdasarkan ketentuan-ketentuan KUHAP. Nanti Presiden (Yudhoyono, red) yang akan menyampaikan kesimpulan itu," kata Menteri Sekretaris Negara, Yusril Ihza Mahendra, di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Rabu malam. Yusril ditanyai oleh wartawan usai ia mengikuti rapat konsultasi yang dipimpin Presiden Yudhoyono antara Pemerintah dan pimpinan lembaga-lembaga tinggi negara yang berlangsung di Kantor Kepresidenan dari sekitar pukul 21:30 hingga 23:35 WIB. Yusril menyatakan belum tahu kapan Presiden Yudhoyono akan melakukan keputusan dan opsi mana yang akan diambil. Namun ia memberikan gambaran bahwa untuk amnesti dan abolisi harus meminta persetujuan DPR; penghentian perkara karena pertimbangan umum, dan penutupan perkara berdasarkan pasal 140 KUHAP. "Kejaksaan Agung juga memerlukan mendengar lembaga2 lain. Kejaksaan dapat menutup kasus itu berdasarkan pertimbangan bahwa beliau tidak dapat dihadirkan karena memang penyakitnya tidak dapat disembuhkan lagi. Atas dasar pintu itu nanti Presiden akan mengambil keputusan," kata Yusril. Rapat konsultasi pada Rabu malam dipastikan sama sekali tidak membicarakan opsi untuk melanjutkan persidangan terhadap mantan Presiden Soeharto. "Itu bukan opsi. Kalau perkara itu harus diteruskan, itu tidak perlu dibahas di forum ini karena pertimbangan hukum dari MA maupun pengadilan Jakarta Selatan bahwa perkaran ini kan ditolak, dikembalikan berkasnya, karena penuntut umum tidak berhasil menghadirkan terdakwa," katanya. Karena Soeharto sebagai terdakwa dalam keadaan sakit, ujarnya, maka Pemerintah telah memerintahkan kepada kejaksaan untuk merawat Soeharto hingga sembuh dan setelah sembuh dihadirkan ke pengadilan. "Itu sudah jelas, tidak perlu dibahas dalam forum sekarang. Hanya, kesimpulan tim dokter mengatakan tidak mungkin beliau itu disembuhkan menjadi normal seperti sediakala, mengingat faktor usia dan penyakit yang dideritanya. Jadi bukan celah itu yang dibahas dalam sesi malam ini," ujarnya. Seperti yang sebelumnya juga dikatakan Menko Polhukkam Widodo AS, Yusril mengatakan bahwa dalam rapat konsultasi tersebut ia ditugasi Presiden untuk menghimpun dokumen-dokumen guna melengkapi pertimbangan Yudhoyono dalam menentukan status Pak Harto. Dokumen-dokumen yang dimaksud antara lain adalah dokumen persidangan Soeharto, dokumen medis dan dokumen menyangkut yayasan-yayasan Soeharto yang menurut Yusril telah diserahkan Pak harto kepada pemerintah pada masa presien B.J. Habibie dan saat ini berada di Sekretariat Negara. "Semua besok (Kamis, 11/5), akan diserahkan kepada Presiden (Yudhoyono, red) untuk dapat mengambil keputusan," kata Yusril. Ketika dimintai komentarnya tentang adanya wacana agar mantan Presiden Soeharto meminta maaf, Yusril beranggapan bahwa sebenarnya Pak Harto telah menyampaikan permintaan maaf atas kesalahan yang dibuatnya ketika mantan penguasa Orde Baru itu mengundurkan diri. "Sebenarnya kalau memutar rekaman pidato presiden Soeharto waktu mengundurkan diri, pada waktu itu Pak Harto menyampaikan agar semua kesalahan yang dia lakukan atau kekurangan, dia mohon dimaafkan. Saya jadi saksi sejarah pada waktu itu," ujar Yusril. Rapat konsultasi pemerintah dengan pimpinan lembaga tinggi negara diikuti oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Koordinator (Menko) Politik Hukum dan Keamanan Widodo AS, Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin, dan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra. Adapun pimpinan lembaga tinggi negara yang hadir dalam pertemuan itu adalah Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Ketua DPR Agung Laksono, Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita, Ketua MA Bagir Manan, Ketua BPK Anwar Nasution, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, Kapolri Jenderal (Pol) Sutanto, serta Panglima TNI Djoko Suyanto.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006