Tapi saya melihat ini sebagai kehormatan
Jakarta (ANTARA) - Sutradara Monty Tiwa mengatakan dirinya merasa mendapatkan kehormatan karena memiliki kesempatan untuk membuat ulang (remake) “Gita Cinta dari SMA” dari film tahun 1979 berjudul sama.

“Dengan cukup jujur, saya bisa bilang, saya nggak bisa melihat ini sebagai tantangan. Tapi saya melihat ini sebagai kehormatan,” kata Monty saat konferensi pers di Jakarta, Jumat.

“Kalau tantangan, kita namanya kerja ya, mau bikin film apa pun pasti tantangan. Kalau itu sudah nggak usah diomongin. Tapi tidak semua tantangan dibarengi dengan kehormatan,” imbuh dia.

Baca juga: Starvision rilis trailer dan poster film "Gita Cinta dari SMA"
 
Monty menambahkan dirinya juga merasa mendapatkan kehormatan untuk mengalihwahanakan novel yang ditulis oleh Eddy D. Iskandar, termasuk “Gita Cinta dari SMA”. Sebelumnya, sutradara itu pernah menggarap film “Rompis” (2018) yang diadaptasi dari novel “Roman Picisan” karya penulis tersebut.

“Untuk kedua kalinya saya mendapat kehormatan untuk memfilmkan cerita dari pak Eddy, di mana cerita itu adalah salah satu bagian saat saya tumbuh kembang dari SD, SMP,” ujar dia.

“Kehormatan untuk mengulang lagi cerita yang dulu pernah ada,” imbuh Monty.

Monty telah menduga dirinya akan banyak mendapatkan pertanyaan mengapa dirinya membuat film “Gita Cinta dari SMA” mengingat cerita tersebut sudah dialihwahanakan menjadi film yang pertama kali dirilis pada 1979 dan pernah diadaptasi bebas pada 2017 oleh sutradara Lucky Kuswandi berjudul “Galih dan Ratna”.

Dalam tataran individu, Monty mengungkapkan bahwa dirinya ingin ikut ambil bagian dalam menceritakan atau menyuarakan ulang karya legendaris tersebut. Dalam tataran yang lebih luas, dia merasa memiliki tanggung jawab untuk meneruskan karya kreatif tersebut kepada generasi baru.

Baca juga: "Galih & Ratna", kisah cinta remaja versi modern

“Kalau tidak kita teruskan, tidak kita daur ulang, menurut saya, ada sebuah rantai nilai, rantai identitas budaya kita yang hilang dari dua-tiga generasi lalu ke generasi sekarang. Jadi itu. Saya melihat ada tanggung jawab itu, di mana kita pernah punya cerita-cerita seperti ini [‘Gita Cinta dari SMA’],” kata dia.

Monty menilai bahwa cerita-cerita remaja di masa sekarang kebanyakan merujuk pada budaya di luar negeri. Padahal, imbuh dia, Indonesia memiliki cerita remaja legendaris yang memang merefleksikan identitas budaya lokal. Dia juga mengingatkan bahwa “Gita Cinta dari SMA” merupakan hulu dari cerita-cerita remaja populer yang berkembang hingga masa selanjutnya.

“Itu kenapa ‘Gita Cinta dari SMA’ ini perlu untuk dihadirkan lagi supaya generasi di bawah kita juga tidak lupa bahwa ada sebuah cermin dari mereka tentang bagaimana dulu anak-anak remaja dengan segala penampilannya, dengan segala keinginan untuk mandiri dan dewasa tapi harus punya pilihan-pilihan dan dihadapkan oleh perbedaan-perbedaan. Itu kan Indonesia banget sebetulnya,”

Film “Gita Cinta dari SMA” garapan Monty Tiwa akan tayang di bioskop tanah air pada 9 Februari mendatang. Film ini dibintangi oleh Yesaya Abraham sebagai Galih dan Prilly Latuconsina sebagai Ratna, serta sederet bintang lain seperti Arla Ailani, Chantiq Schagerl, Fadi Alaydrus, Dewi Gita, Putri Ayudya, Dwi Sasono, dan Unique Priscilla.

Baca juga: Lima film Indonesia yang didaur ulang tahun 2017

Baca juga: Stella Lee dandan sendiri untuk "Galih & Ratna"


Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2023