Jakarta (ANTARA) - Keinginan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mewujudkan kantin sehat tentunya harus mendapat dukungan seluruh pemangku kepentingan, mengingat hampir separuh waktu anak-anak dihabiskan di sekolah.

Komitmen menghadirkan kantin sehat di seluruh sekolah di DKI Jakarta juga perlu disertai pemahaman kepada pemasok (vendor) tentang apa yang disebut makanan dan minuman yang sehat.

Seperti harapan Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono bahwa pengelola kantin sekolah sehat harus memastikan makanan dan minuman yang disajikan kepada siswa memiliki kandungan gizi yang cukup dan aman untuk dikonsumsi.

Kasus anak-anak keracunan setelah mengonsumsi jajanan "Ciki Ngebul" di beberapa daerah, bahkan di Jakarta, menjadi pembelajaran mengenai pentingnya edukasi terhadap pelaku usaha kuliner skala mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Pelaku kuliner UMKM ini banyak yang berjualan di kawasan sekolah, bahkan beberapa diantaranya akhirnya direkrut berdagang kantin, dengan harapan agar siswa tidak keluyuran saat jam istirahat.

Persoalannya, apakah para pedagang makanan dan minuman paham soal makanan sehat berkualitas? Belajar dari kasus "Ciki Ngebul" ini menunjukkan bahwa untuk mengolah makanan dan minuman agar siap saji tidak bisa sembarangan.

Ibarat koki hidangan laut, maka tidak bisa sembarang orang mengolahnya, bahkan di restoran-restoran terkemuka harus mengantongi sertifikat khusus. Salah dalam penanganan, bukan saja menjadikan makanan tidak enak, tetapi juga membahayakan bagi kesehatan konsumen.

Ini juga yang kemudian membuat Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono meminta adanya sertifikat khusus bagi pengelola kantin. Tujuannya agar siswa-siswi yang mengonsumsinya tidak hanya terlindungi, tetapi juga mendapatkan gizi seimbang.

Tak hanya sajian makanan laut, beberapa bahan makanan dan minuman lain juga perlu penanganan khusus agar tetap aman untuk disajikan. Sebagai contoh daging beku setelah keluar dari lemari pendingin sebaiknya langsung disajikan untuk mencegah munculnya bakteri berbahaya.

Masih banyak contoh lain dalam penanganan bahan makanan agar selalu aman dan sehat untuk dikonsumsi. Hal-hal seperti ini yang harus disiapkan Pemprov DKI Jakarta untuk memastikan kantin sekolah menyajikan makanan sehat.
Kandungan gizi dan serat pangan dalam berbisnis kuliner juga harus mendapat perhatian dalam mengolah makanan. ANTARA/ Ganet Dirgantoro

Ragam

Seiring dengan perkembangan zaman, makanan yang digemari siswa sekolah kian beragam. Inovasi dan modifikasi membuat makanan atau minuman kian nikmat dan lezat.

Sebagai contoh, cilok, makan berbahan dasar tepung tapioka, yang awalnya disajikan dengan saus kacang, namun dalam perkembangannya kini juga disajikan dengan kuah kaldu dengan aneka tambahan di dalamnya.

Jajanan ini mendapat tempat di kalangan siswa, bahkan di setiap sekolah dapat dengan mudah dijumpai. Tak hanya cilok, tetapi sejumlah makanan dan minuman juga populer di kalangan siswa.

Sayangnya tak semua makanan tersebut masuk ke kantin. Banyak siswa yang memilih untuk jajan di luar ketimbang di kantin sekolah.

Hal ini yang menjadi tantangan Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk memastikan makanan yang dikonsumsi siswa selama ini bisa masuk ke dalam kantin, namun sebelumnya harus dipastikan keamanan dan kandungan gizi di dalamnya.

Persoalan lainnya, siapa yang nantinya melakukan edukasi kepada para pedagang? Mengingat tidak semua pedagang atau kuliner skala UMKM paham mengenai gizi dan keamanan pangan.

Seperti penggunaan micin atau vetsin, hampir semua makanan yang dijajakan saat ini selalu menambahkan bahan pelezat itu mendampingi bahan-bahan lain.

Pertimbangan kepraktisan membuat banyak pedagang makanan menambahkan bumbu yang dikenal dengan nama mononatrium glutamat dan asam glutamat.

Saking banyaknya makanan yang populer saat ini dengan bumbu micin, kemudian memunculkan istilah "generasi micin" di kalangan siswa saat ini.

Menurut Ketua Bidang Komunikasi Perkumpulan Pabrik Mononatrium Glutamat dan Asam Glutamat Indonesia (P2MI) Satria Gentur Pinandita tak ada yang salah dalam penyajian makanan menggunakan vetsin atau micin.

Hal ini disamping lebih praktis, bumbu vetsin atau micin juga mampu menguatkan bumbu yang digunakan.

Apa yang diutarakan Satria ini benar adanya. Banyak restoran terkenal juga menambahkan penyedap masakan di dalam hidangannya, untuk menambah citra rasa lebih lezat.

Satria mengatakan sepanjang takarannya tepat dan cara penyimpanan vetsin berada dalam kemasan kedap udara, maka tidak menjadi masalah bagi kesehatan.

Persoalannya apakah pengetahuan semacam ini sampai kepada pelaku usaha kuliner skala UMKM karena dari hasil pemantauan ke beberapa pedagang, masih banyak yang menyimpan vetsin dalam kemasan yang dilipat lantas diikat dengan karet gelang.

Satria menyebut sifat dari bumbu berbahan glutamat adalah mudah menyerap zat cair. Sementara zat cair yang ada di sekitar jualan terdapat berbagai kandungan yang bisa jadi dapat mengganggu kesehatan. Sehingga cara penyimpanan bumbu menjadi satu hal yang sangat penting.

Soal penanganan bumbu berbahan glutamat ini sudah ada di dalam kemasan, namun berdasarkan survei di lapangan masih banyak pedagang yang abai dalam penanganannya. Sebagian besar beralasan tidak mengetahui harus disimpan dalam kemasan yang kedap udara.


Tambahan

Terkait tambahan pada makanan, Nutrisionis Ahli Madya Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Kementerian Kesehatan RI Mursalim mengatakan tidak menjadi masalah sepanjang menggunakan bahan-bahan alami.

Satu hal lagi harus dipastikan, makanan yang disajikan itu memiliki kandungan gizi agar memberikan manfaat bagi tubuh.

Nursalim mengatakan manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari harus dipastikan asupan makanan tercukupi, termasuk dalam hal ini terpenuhinya gizi berimbang.

Mengonsumsi makanan yang hanya memiliki kandungan tertentu secara terus menerus bisa memberikan dampak yang tidak baik bagi tubuh. Selain itu, pastikan serat pangan juga terpenuhi selama menjalankan aktivitas.
Penggunaan bahan penyedap juga dibolehkan sepanjang mengikuti aturan. ANTARA/ Ganet Dirgantoro

Hal itu juga yang harus dipenuhi kantin sekolah agar jajanan yang disiapkan terpenuhi seluruh unsur gizi, sesuai kriteria empat sehat dan lima sempurna.

Terkait kasus keracunan, Nursalim mengatakan harus dipastikan dalam mengolah makanan bahan pangan itu sendiri aman atau tidak. Selain itu, bagaimana proses pengolahan dan bagaimana penyajiannya.

Banyak temuan kasus terjadinya keracunan atau kasus itu terjadi akibat penyajian waktu yang terlewat (kedaluwarsa).

Seorang pengusaha kuliner, Florentina Panti Rahayu mengatakan siapapun yang akan berkecimpung dalam dunia kuliner harus memahami soal keamanan pangan, baik itu segmen warungan atau segmen hotel berbintang.

Florentina yang sudah berkecimpung dalam industri kuliner hampir 15 tahun mengatakan keamanan pangan menjadi keharusan bagi pengusaha kuliner karena sebagai pengusaha itu harus berprinsip berdagang dengan beretika bermoral dan bertanggung jawab bagi masyarakat.

Hal ini benar adanya. Pengalaman menunjukkan, satu kali melakukan pelanggaran dan mengecewakan pelanggan, maka masyarakat tidak akan percaya lagi dengan produk makanan yang diproduksi pengusaha kuliner tersebut.

Ini yang membuat banyak industri kuliner jatuh bangun, karena selain tidak konsisten dalam penyajian, tatkala mendapatkan order banyak hal-hal keselamatan pangan diabaikan.

Ini juga yang harus diperhatikan sekolah dan pengelola kantin untuk memastikan pedagang makanan dan minuman yang di dalamnya, selain memperhatikan keamanan pangan juga gizi keluarga.

Bahkan Pj Gubernur DKI berpesan kepada sekolah untuk senantiasa melakukan pengawasan dan pembinaan kepada pedagang di lingkungan sekolah, sehingga anak didik tetap aman dan senantiasa menerima asupan gizi berimbang yang bermanfaat bagi tumbuh kembang.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023