Mosok suami-istri dipidana sama, kan dia punya anak, itu saya kira berpikir progresifnya di situ. Itu kan pikiran dari penuntut umum
Purwokerto (ANTARA) - Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Hibnu Nugroho menilai tuntutan hukuman yang disampaikan jaksa penuntut umum dalam kasus pembunuhan Brigadir Joshua telah memenuhi rasa keadilan.

"Tuntutan jaksa saya kira sudah berdasarkan keadilan dan kebenaran. Artinya, jaksa secara bukti materiil bahwa para terdakwa, yaitu FS, kemudian Bu PC, KM, RR, dan RE itu terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat.

Dalam hal ini, tuntutan hukuman para terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Joshua, yakni Ferdy Sambo (FS) dituntut hukuman seumur hidup, Putri Candrawati dituntut 8 tahun penjara, Kuat Maruf (KM) dituntut 8 tahun penjara, Ricky Rizal (RR) dituntut 8 tahun penjara, dan Richard Eliezer (RE) dituntut 12 tahu penjara.

Prof. Hibnu mengatakan dalam tuntutannya, jaksa sudah memperhatikan peran masing-masing terdakwa, baik FS, PC, KM, RR, dan RE.

Baca juga: Keluarga tidak menyangka FS pelaku utama pembunuhan Brigadir Joshua

Baca juga: Mahfud: Kasus Brigadir Joshua ibarat tangani orang sulit melahirkan


Ia mengakui jika sekarang muncul pertanyaan mengapa tuntutan hukuman terhadap PC sama dengan tuntutan terhadap KM dan RR.

Menurut dia, hal itu terjadi karena adanya perkembangan baru dalam hukum, yakni untuk wanita ada pertimbangan gender.

"Mosok suami-istri dipidana sama, kan dia punya anak, itu saya kira berpikir progresifnya di situ. Itu kan pikiran dari penuntut umum," kata Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed itu.

Selanjutnya terkait dengan RE yang dituntut hukuman 12 tahun penjara, kata dia, hal itu disebabkan yang bersangkutan bertindak sebagai sebagai pelaku sehingga tuntutan hukumannya tinggi.

Terkait dengan pertanyaannya mengapa RE tidak dijadikan sebagai justice collaborator (JC), Prof. Hibnu mengatakan JC merupakan rekomendasi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), sedangkan dalam kasus tersebut RE agak sulit dijadikan sebagai justice collaborator.

"Memang itu rekomendasi dari LPSK, dan rekomendasi kan bisa dipakai, bisa tidak. Karena pertimbangan jaksa, dia (RE) eksekutor, dia yang menembak, maka dalam tuntutan hukumannya, pandangan jaksa berdasarkan tuntutan seumur hidup terhadap FS, sehingga turunnya menjadi 12 tahun," jelasnya.

Baca juga: Mahfud: Kejaksaan tidak terpengaruh gerakan bawah tanah soal Sambo

Baca juga: IKAPII nilai hukuman Richard Eliezer harusnya bisa lebih ringan


Lebih lanjut, Prof. Hibnu mengatakan tahapan tuntutan sudah selesai yang akan dilanjutkan dengan pembelaan para penasihat hukum dengan harapan hukumannya nanti bisa berubah dan hal itu sudah ranah hakim semua.

"Artinya, penuntut umum sudah memberikan suatu pembuktian yang menurut undang-undang, berdasarkan keadilan, dan perspektif dari penuntut umum. Itu yang perlu kita hargai seperti itu," tegasnya.

Terkait dengan perbedaan pendapat, Prof. Hibnu mengatakan yang namanya suatu peradilan ujungnya adalah bagaimana hakim melihat dari tuntutan penuntut umum dan pembelaan masing-masing penasihat hukum.

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023