Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah tengah menyiapkan pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Jasa Keuangan bagi para pengelola Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang diharapkan dapat diselesaikan pada akhir tahun ini. "Untuk tahap pertama adalah KSP/USP karena menyangkut dana anggota yang harus dikelola secara transparan untuk menghindari potensi konflik," kata Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Koperasi (Kemenkop) UKM M. Taufiq kepada pers di Jakarta, Jumat. Menurut dia, Kemenkop UKM telah menjalin kerjasama dengan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan juga induk-induk koperasi simpan pinjam, Bank Bukopin dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) untuk membentuk LSP. Lembaga ini nantinya yang akan memberikan sertifikat terhadap para pengelola KSP karena pemerintah akan mensyaratkan bahwa semua pengelola KSP harus mempunyai sertifikasi standar. Menurut dia, sedikitnya ada 40 standar kompetensi yang harus dimiliki pengelola KSP yang menyangkut dalam tiga kategori yaitu kemampuan, pengetahuan dan sikap. LSP itu sendiri akan menjadi lembaga independen yang unsur-unsurnya akan terdiri dari induk koperasi simpan pinjam, Ikopin, PNM dan Bukopin. Sementara itu Asdep Urusan Peranserta Masyarakat Setyo Heriyanto mengatakan, pihaknya telah membentuk Kelompok Kerja Standarisasi. Pokja ini yang akan membentuk Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia(SKKNI) bidang Simpan Pinjam. Setelah SKKNI tersusun, baru kemudian persiapan pembentukan LSP dan kemudian pendaftarannya ke BNSP setelah sebelumnya pihaknya menyelenggarakan pra konvensi dengan peserta para pengelola KSP. Proses terakhir yang ditangani Kemenkop UKM adalah melatih tenaga instruktur dan penguji. Proses selanjutnya, menurut dia, diserahkan ke BNSP yang akan melakukan konvensi nasional. Mengenai kemungkinan memperluas sertifikasi atau standarisasi pengelola koperasi tidak saja untuk KSP, Setyo mengatakan, masih sulit karena ukurannya yang tidak jelas. "Yang paling mungkin saat ini adalah bagi KSP karena ukurannya jelas," katanya. Sementara itu ketika ditanya banyaknya koperasi yang dulunya berkembang namun kini mengalami kemunduran, Taufik mengatakan, itu terjadi karena dasar atau sistem di koperasi tersebut tidak berjalan baik. "Pengurus sangat rentan terhadap perubahan-perubahan sehingga ketika terjadi pergantian kepemimpinan bisnis koperasi yang tadinya maju menjadi mundur," katanya. Menurut Taufiq, kondisi yang berdasarkan kepada penokohan ini tidak boleh diteruskan, dan sudah semestinya para pengurus koperasi melihat bahwa pendidikan bagi anggota merupakan hal penting. "Selama ini pendidikan anggota diambilkan dari Sisa Hasil Usaha (SHU) dan bukan merupakan komponen biaya," katanya.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006