Jakarta (ANTARA) - Kawasan Asia-Pasifik mengalami kemunduran dalam mencapai target ketahanan pangan, kata Asisten Direktur Jenderal dan Perwakilan Regional Organisasi Pangan Dunia (FAO) untuk Asia dan Pasifik Jong-Jin Kim.

Dia mengatakan dalam beberapa tahun terakhir, kemajuan dalam perang melawan kelaparan dan segala bentuk kekurangan gizi terhenti, kemudian mengalami kemunduran.

"Hal ini mendorong kita semakin jauh dari jalur pencapaian SDGs (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan)," kata Kim dalam webinar peluncuran laporan "Asia-Pacific Overview of Food Security and Nutrition 2022 – Urban Food Systems and Nutrition" secara daring dari Bangkok, Selasa.

Laporan yang diterbitkan oleh FAO, Dana Anak PBB (UNICEF), Program Pangan Dunia (WFP) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) itu menekankan pada ancaman kelaparan dan buruknya gizi perkotaan akibat dampak pandemi, kemiskinan dan pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali.

"Hampir 55 persen dari populasi besar di kawasan ini diperkirakan akan tinggal di daerah perkotaan pada 2030, hal itu akan memiliki konsekuensi yang sama besarnya bagi ketahanan pangan dan gizi perkotaan," tulis laporan tersebut.

Sementara itu, pejabat senior Keamanan Pangan dan Nutrisi FAO Sridhar Dharmapuri menyampaikan bahwa hampir 1,9 juta orang tidak dapat membeli makanan sehat dan bergizi pada 2020.

“Ini sangat ironis mengingat bahwa Asia dan regional Pasifik termasuk kawasan produsen terbesar bagi komoditas penting seperti beras, ikan, susu dan banyak lainnya. Namun, kita masih gagal menyajikan makanan bergizi bagi seluruh masyarakat di kawasan ini. Berarti ada masalah dalam sistem pertanian yang kita miliki sekarang,” kata Dharmapuri dalam webinar tersebut.

Dia menyebutkan bahwa pada 2021, 396 juta orang kekurangan gizi dan diperkirakan 1,05 miliar orang di Asia-Pasifik menderita kerawanan pangan sedang atau parah.

Menurut dia, jumlah anak penderita stunting di Asia-Pasifik mencapai hampir 75 juta atau setengah dari total dunia, 10 persen di antaranya dipengaruhi oleh wasting (kurus).

Sementara kualitas diet yang buruk juga mendorong peningkatan keseluruhan kelebihan berat badan dan obesitas pada anak, katanya.

Keempat badan PBB tersebut berinisiatif untuk bekerja sama di tingkat regional guna memberikan dukungan teknis yang terkoordinasi.

"Kami menyerukan kepada semua perwakilan negara untuk menyinergikan upaya mereka dalam mengatasi efek jangka pendek serta dampak jangka menengah hingga jangka panjang, krisis terhadap ekonomi, rumah tangga dan individu, khususnya perempuan dan anak-anak, di masa depan", kata Dharmaputri.

Baca juga: WHO: Asia tertinggal dalam upaya hilangkan lemak trans dari makanan
Baca juga: FAO: Harga pangan global melonjak 14,3 persen pada 2022

Pewarta: Asri Mayang Sari
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2023