Jakarta (ANTARA) - Ombudsman RI menemukan malaadministrasi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) atas belum diberikannya informasi berupa dokumen hak guna usaha meski telah terdapat putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

“Sekretaris Jenderal selaku Atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kementerian ATR/BPN selaku terlapor melakukan malaadministrasi dalam bentuk penundaan berlarut terkait belum diberikannya informasi dokumen HGU (hak guna usaha) perkebunan kelapa sawit,” kata Kepala Keasistenan Utama Resolusi dan Monitoring Ombudsman RI Dominikus Dalu saat konferensi pers di Jakarta, Jumat.

Dokumen HGU yang dimohonkan Forest Watch Indonesia (FWI) selaku pelapor adalah dokumen HGU perkebunan kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Utara yang dibutuhkan pelapor untuk studi perkembangan kelapa sawit di Pulau Kalimantan.

Dominikus menjelaskan temuan malaadministrasi tersebut diperoleh pihaknya berdasarkan serangkaian pemeriksaan yang dilakukan Ombudsman RI sejak 2017 hingga 2019. Proses pemeriksaan tersebut berupa permintaan klarifikasi, investigasi, dan telah diterbitkan pula Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) pada Maret 2019.

“Menyerahkan laporan akhir pemeriksaan kepada terlapor, namun demikian terlapor tidak memberikan tanggapan sehingga permasalahan belum memperoleh penyelesaian,” ujarnya.

Dijelaskan bahwa sebelumnya persoalan tersebut telah melalui serangkaian pengujian kelayakan pemberian informasi. Dalam hal tersebut Ombudsman telah berkoordinasi dengan Komisi Informasi Pusat (KIP) RI sebagai lembaga yang berwenang memutus informasi yang layak diberikan ataupun tidak. Kemudian diketahui bahwa informasi tersebut masuk dalam kategori informasi publik terbuka yang dapat diberikan sebagaimana putusan Komisi Informasi Pusat RI Nomor 057/XII/PS-M-A/2015.

Berkenaan belum terdapatnya penyelesaian, kata Dominikus, penanganan laporan dilanjutkan pada proses penyelesaian melalui mekanisme resolusi dan monitoring, di mana Ombudsman RI berkoordinasi dengan Kementerian ATR/BPN yang diketahui melakukan upaya peninjauan kembali.

Baca juga: Ombudsman RI selamatkan potensi kerugian masyarakat Rp89 miliar
Baca juga: Ombudsman beberkan saran penguatan sistem layanan publik


Dalam gugatan peninjauan kembali, Kementerian ATR/BPN memohon agar dibatalkannya putusan Komisi Informasi Pusat Nomor 057/XII/PS-M-A/2015 yang menyatakan bahwa informasi terkait HGU sebagaimana yang dimohon oleh FWI sebagai informasi publik yang bersifat terbuka dan memerintahkan Kementerian ATR/BPN untuk memberikan informasi sebagaimana dimaksud.

Setelah proses peninjauan kembali, Ombudsman RI Kembali melakukan upaya penyelesaian agar informasi terkait HGU tersebut diberikan kepada FWI sebagaimana Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 61PK/TUN/KI/2020 yang menolak permohonan peninjauan kembali yang diajukan Kementerian ATR/BPN. Namun Kementerian ATR/BPN menyatakan tidak dapat melaksanakan putusan pengadilan dikarenakan alasan adanya kerahasiaan negara.

“Telah melakukan serangkaian proses tindak lanjut berupa pemeriksaan dan upaya resolusi dan monitoring, namun Kementerian ATR/BPN dalam hal ini PPID Kementerian ATR/BPN belum memberikan informasi tersebut,” katanya.

Untuk itu, atas upaya hukum terhadap permintaan informasi HGU yang dimohonkan pelapor kepada PPID Kementerian ATR/BPN melalui putusan Komisi Informasi Pusat RI Nomor 057/XII/PS-M-A/2015 jo 02/G/KI/2016.PTUN-JKT jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 122/K/TUN/2017 jo Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI Nomor 61 PK/TUN/KI/2020 tanggal 26 Maret 2020 maka telah berkekuatan hukum tetap.

“Ombudsman RI menyimpulkan bahwa informasi yang dimohonkan pelapor telah melalui serangkaian pengujian kelayakan untuk diberikan informasi oleh PPID Kementerian ATR/BPN yaitu melalui penyelesaian sengketa pada KIP serta dikuatkan dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap sehingga pemberian informasi tersebut merupakan kewajiban yang belum dilaksanakan,” jelasnya.

Dominikus mengatakan bahwa berdasarkan hasil upaya resolusi dan monitoring, pelapor merupakan pihak yang memiliki "legal standing" sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI sehingga pelapor berhak untuk mendapatkan pelayanan publik untuk pelaksanaan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

“Oleh sebab itu, secara substansi telah memperoleh pemeriksaan termasuk pengujian mengenai kerahasiaan informasi yang diminta pelapor, maka demi kepastian hukum dan penghormatan terhadap putusan pengadilan, Kementerian ATR/BPN wajib memberikan informasi tersebut,” katanya.

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023