Jakarta (ANTARA News) - Pengacara praktisi hukum Eggi Sudjana yang menjadi tersangka kasus penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta melakukan ekspos atau gelar perkara kliennya. "Klien kami sudah meminta maaf secara terbuka kepada Presiden. Tapi, klien kami malah dinyatakan sebagai tersangka," kata kuasa hukum Eggi, Firman Wijaya di Jakarta, Senin. Ia mengatakan, permohonan gelar perkara itu dimaksudkan untuk memperjelas duduk perkara tudingan yang diajukan pada kliennya itu. "Kita ingin agar ada gelar perkara mengenai apa yang terjadi dalam kasus ini. Ada videonya, ada rekamannya, ada saksi-saksinya. Mari kita uji," kata Firman. Menurut Firman, kasus yang mendudukkan kliennya sebagai tersangka itu tidak seharusnya diproses lebih lanjut. Eggi Sudjana menjadi tersangka kasus penghinaan kepada Kepala Negara dan pencemaran nama baik dengan sangkaan pasal 134 dan 136 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kasus Eggi itu berawal dari kedatangannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Januari silam dengan maksud mengklarifikasi rumor mengenai empat orang terdekat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menerima mobil mewah Jaguar dari pengusaha Harry Tanoesoedibyo. Empat orang yang dimaksud Eggy adalah Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng dan Dino Patti Djalal, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi serta salah satu putra Presiden Yudhoyono. Pihak-pihak yang disebut Eggi itu membantah rumor tersebut, namun Harry Tanoe melaporkan praktisi hukum itu ke Polda Metro Jaya dengan dasar tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik. Dalam proses hukum itu, Eggi tidak dikenai penahanan fisik namun ia dikenai status cekal ke luar negeri sejak Februari 2006. Pada hari ini, berkas perkara Eggi dinyatakan lengkap atau P-21 dan dilimpahkan dari penyidik Kepolisian ke Kejati DKI Jakarta. Eggi dan pengacaranya, Firman menemui pejabat Kejati DKI selama 15 menit untuk pelimpahan tahap II, yaitu pelimpahan berkas perkara, barang bukti dan tersangka. "Saya tadi menemui AsPidum dan AsIntel Kejati DKI," kata Firman. Penjelasan yang diperolehnya dari dua pejabat itu adalah, Kejati DKI Jakarta belum menerima secara formal BAP dari Kepolisian yang berarti juga tidak adanya penahanan terhadap kliennya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006