Denpasar (ANTARA) - Wakil Duta Besar Inggris untuk Indonesia Matt Downing berharap pelatihan penanganan kasus kekerasan seksual untuk polisi di Bali dan Lombok (NTB), dapat menciptakan ruang yang lebih aman buat korban sehingga mereka berani melapor ke polisi.

Downing, saat ditemui selepas menghadiri acara pelatihan di Denpasar, Bali, Selasa, menyampaikan salah satu masalah yang menjadi perhatian dalam lokakarya, korban kekerasan seksual sering kali enggan melaporkan kejahatan yang mereka alami karena stigma yang diperoleh dari masyarakat.

“Ini adalah problem yang harus kita atasi bersama, karena korban perkosaan dan kekerasan seksual rentan kena stigma, mereka merasa malu, dan juga sensitivitas dari kasusnya, yang akhirnya banyak korban memilih merahasiakan kekerasan yang mereka alami, dan tidak berani melapor,” kata Matt Downing.

Oleh karena itu, lokakarya yang digelar oleh Konsulat Jenderal Inggris di Bali bekerja sama dengan Polri, LPSK, LBH Apik, Sehat Jiwa, dan Komnas Perempuan di Denpasar, Bali, pada 6–10 Februari, bertujuan menciptakan ruang pelaporan yang aman bagi korban sehingga ke depan mereka berani melapor ke kepolisian.

“Dengan demikian, mereka berani melapor, berbicara ke aparat penegak hukum dan mereka mendapatkan bantuan, pendampingan yang dibutuhkan. Itu yang penting, dan menjadi bagian dari pelatihan ini,” kata Downing.

Pelatihan itu, yang juga menjadi kesempatan berbagi praktik-praktik baik (best practices), dan pengalaman, diikuti oleh 41 polisi dari Bali, dan Lombok.

“Kekerasan seksual adalah tindak kejahatan, tidak peduli siapa yang melakukannya, atau di mana pun itu terjadi. Ketika insiden dilaporkan, petugas garis depan (polisi, red.) memainkan peran penting dalam menciptakan rasa aman bagi para korban,” kata Matt Downing.

Dia pun berharap lokakarya tersebut dapat memperkuat kepekaan para polisi terhadap korban, terutama kondisi psikis mereka.

“Saya harap pelatihan ini dapat membantu meningkatkan kesadaran di antara para peserta, dan mendukung petugas garis depan dalam menangani kasus-kasus sensitif seperti di Bali dan Lombok,” kata dia.

Di lokasi lokakarya, Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bali AKBP Suratno menegaskan bahwa penghapusan kekerasan seksual menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya aparat penegak hukum.

“Dari hulu ke hilir harus dibenahi bersama,” kata Suratno pada sela-sela pelatihan.

Ia menyampaikan bahwa jajaran polisi di Polda Bali cukup rutin menggelar pelatihan untuk meningkatkan kapasitas penyidik menangani kasus kekerasan seksual.

“Ini rutin kami laksanakan. Saya yakin penyidik kami mampu, tetapi kasusnya memang cukup tinggi sehingga ini jadi perhatian, tanggung jawab bersama,” kata dia.

Kapolda Bali Irjen Pol. Putu Jayan Danu Putra, dalam sambutannya yang dibacakan oleh Suratno, menyebut pihaknya menangani 260 kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan pada 2022. Kekerasan itu di antaranya kekerasan fisik, kekerasan psikis, penelantaran, pelecehan, dan pencabulan.

“Kita sama-sama lihat, cukup tinggi 260 kasus setahun. Artinya, dalam satu hari setengah, ada kekerasan terhadap perempuan dan anak,” kata Suratno.

Baca juga: Inggris bantu perkuat kapasitas polisi Bali tangani kekerasan seksual
Baca juga: Inggris berencana perluas kerja sama pelatihan bahasa di Bali
Baca juga: Inggris janji bantu promosi wisata Bali untuk dongkrak kunjungan turis

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023