Denpasar (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah membantah rumor di pasar uang yang menyatakan BI akan menetapkan kebijakan kontrol devisa untuk menahan pelemahan rupiah. "Itu jauh panggang dari api. Bahkan mimpi pun tidak," kata Burhanuddin usai seminar `Sektor Jasa Sbagai Motor Pembangunan Ekonomi Daerah` di Denpasar, Kamis. Ia menilai kembali melemahnya rupiah pada Kamis pagi hingga level Rp9.250 per dolar AS dibanding penutupan Rabu (17/5) sore sebesar Rp9.100 per dolar AS hanya bersifat temporer, karena adanya sentimen atas laporan meningkatnya inflasi di Amerika Serikat. Dijelaskannya jika ingin menerapkan kontrol devisa, maka harus dilakukan perubahan terhadap sistem devisa yang diatur dalam UU No. 24/1999 tentang Lalu lintas Devisa dan Sstem Nilai Tukar Rupiah. UU itu, kata dia, adalah permintaan rakyat sehingga untuk mengubahnya perlu dibahas dengan DPR. "Tidak mungkin dalam waktu dekat itu dilakukan," katanya. Ia menambahkan saat ini Bank Indonesia sama sekali tidak merencanakan untuk mengubah sistem devisa itu. Mengenai melemahnya rupiah pada Kamis pagi ini, Burhanuddin mengatakan faktor penyebab yang dominan adalah faktor eksternal, yaitu pengumuman tentang kinerja makro ekonomi Amerika Serikat yang inflasi tahun ke tahun (yoy) mencapai 3,5 persen dan bulan ke bulan (month to month) sebesar 0,6 persen. Menurutnya, angka itu di atas perkiraan semula dan memicu para pelaku pasar berpikir bahwa dengan inflasi sebesar itu, bank sentral AS (The Fed) akan menaikkan suku bunganya kembali. "Ekspektasi pasar terhadap kenaikan suku bunga itu, membuat dolar AS menguat, bahkan ada pikiran dalam jangka panjang target suku bunga The Fed bukan 5,25 persen (sekarang di posisi 5 persen), tetapi bisa 6 persen bahkan 6,5 persen," katanya. Hal itu, katanya, bisa mempersempit perbedaan dengan suku bunga BI rate, sehingga membuat rupiah melemah. Sedangkan untuk menjaga agar volatilitas rupiah tidak terlalu tajam, Burhanuddin mengatakan kebijakan yang dilakukan BI sudah memadai, yakni dengan menjaga perbedaan suku bunga dengan The Fed tidak terlalu jauh, sehingga mengundang investasi untuk masuk ke Indonesia. Selain itu, konsistensi kebijakan pemerintah dan BI diharapkan tidak memperkeruh situasi pasar dengan mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang tidak pada tempatnya. Namun, menurutnya pelemahan rupiah saat ini sama sekali tidak bersumber dari dalam negeri. Dengan faktor penyebab pelemahan seperti itu, Burhanuddin mengemukakan pasar akan melakukan penyesuaian sendiri setelah melihat apa yang diekspektasikan tidak seperti yang diharapkan. (*)

Copyright © ANTARA 2006