Jakarta (ANTARA) - Sejak 2020 Lembaga Sensor Film (LSF) giat membentuk desa-desa yang sadar akan perkembangan menonton film sesuai dengan kualifikasi umur, dengan membentuk Desa Sensor Mandiri (DSM) yang akan terus mereka kembangkan.

Ketua LSF RI, Rommy Fibri Hardiyanto mengatakan bahwa internet yang semakin mudah untuk diakses, membuat LSF harus terjun langsung ke desa-desa untuk memberikan pemahaman mengenai kualifikasi menonton sesuai usia.

"Kita bergerak ke basis yang paling bawah, mulai dari desa-desa, kelurahan baik perbatasan maupun di perkotaan. Dengan akses internet yang semakin mudah, mereka sangat mudah dan gampang untuk mengakses tontonan. Maka dari itu harus diimbangi dengan literasi bagaimana cara menonton dan memilih tontonan," kata Rommy Fibri Hardiyanto di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Kelurahan Winongo Madiun jadi percontohan program Desa Sensor Mandiri

Hingga kini, LSF telah memiliki lima desa binaan, desa pertama yang dibentuk oleh LSF adalah Desa Tigaherang, Kecamatan Rajadesa, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat.

Desa kedua yang disasar oleh LSF adalah Manguharjo, Kecamatan Madiun, Kota Madiun, Jawa Timur lalu yang ketiga adalah Desa Candirejo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Kegiatan positif ini masih terus berlanjut dengan membentuk Desa Sensor Mandiri (DSM) di Desa Gekangang, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur dan juga Desa Klungkung, Kota Denpasar, Bali.

"Pada tahun ini kita akan bentuk DSM ini di dua daerah, pertama yang akan kita sasar adalah Desa Karanganyar, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah dan juga Candi Rejo di Jogja," ucap dia.

Dengan terbentuknya Desa Sensor Mandiri ini diharapkan masyarakat memiliki kesadaran penuh untuk menentukan klasifikasi tontonan sesuai dengan umur dan juga genre masing-masing umur.

Baca juga: UMSU dan LSF RI kolaborasi sosialisasi budaya sensor film mandiri

Ketua Komisi III LSF RI, Nawardi menyatakan bahwa hingga saat ini terdapat 15 ribu orang yang masuk dalam Komunitas Sahabat Sensor Mandiri, yang menjadi wadah dari gerakan DSM tersebut.

"Komunitas inilah yang menjadi bagian dari perpanjangan kami untuk menyuarakan bagaimana gerakan menonton sesuai dengan usia sebagai mandat dari UU Nomor 33 Pasal 61 Tahun 2009 tentang Perfilman itu bisa sampai kepada masyarakat," kata dia.

Terbentuknya DSM ini sekaligus membuktikan bahwa LSF kini bergerak dengan cara yang modern, tidak hanya menunggu bola, melainkan pihaknya sudah bergerak untuk menjemput bola agar masyarakat mendapatkan kapasitas pemahaman yang seragam nantinya.

"LSF bukan lagi hanya menyensor, tapi bergerak ke arah yang lebih modern dengan mengkampanyekan budaya sensor mandiri. Ini menjadi kepedulian kita bersama bagaimana agar tsunami tonton dengan akses yang mudah ini diimbangi dengan literasi kepada publik agar mereka bisa memilih dan memilah tontonan sesuai dengan usianya," tutur Rommy.

Dalam catatan yang diberikan oleh LSF melalui data berbasis elektronik e-SiAs, pihaknya telah melakukan sensor film-film yang tayang di bioskop sebanyak 179 judul film impor dan 99 judul film nasional pada 2022 lalu.

Baca juga: Ketua DPD RI sarankan LSF daerah dipertahankan

Pewarta: Chairul Rohman
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2023