Surabaya (ANTARA News) - Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid, menyatakan, pelaksanaan reformasi belum memuaskan kendati ada agenda yang sudah dijalankan, misalnya, amandemen UUD 1945, penghapusan dwi fungsi TNI Polri dan demokratisasi, tetapi terkait pemberantasan korupsi dan penanganan kasus Pak Harto masih mengecewakan. "Mereka yang semestinya memberantas korupsi, sebagian malahan terlibat korupsi, baik di aparat Kejaksaan, MA dan kepolisian. Bahkan penyidik di KPK ada yang terlibat," ujar Hidayat disela-sela peringatan Sewindu Reformasi: Revitalisasi Kekuatan Reformis Surabaya, yang digelar PKS Surabaya di Asrama Haji, Kamis. Namun demikian, kendati mengecewakan, mantan Ketua Umum DPP PKS ini, menuturkan bukan berarti tidak usah reformasi lantas diubah saja menjadi revolusi. Tetapi capaian-capaian yang positif dilanjutkan, sedangkan yang negatif ditinggalkan supaya reformasi menjadi berhasil. "Untuk Pak Harto, kami tidak dalam posisi untuk meminta pengampunan pada Pak Harto. Posisi saya di MPR adalah mengingatkan kembali kepada Presiden, kepada seluruh warga bangsa bahwa TAP MPR itu masih berlaku, sebagaimana dinyatakan dalam TAP MPR Nomer 1 Tahun 2003, TAP MPR tersebut tidak bisa dicabut karena masih berlaku," ungkapnya. Dia menegaskan, MPR tidak mempunyai kewenangan untuk mencabut TAP MPR Nomer 11 tahun 1998 yang memerintahkan untuk menyelesaikan kasus KKN terkait siapapun, termasuk Presiden Soeharto. Sehingga yang perlu dilakukan adalah melaksanakan TAP MPR itu, dengan menghadirkan TAP MPR Nomer 1 Tahun 2003 yang menyatakan TAP MPR Nomer 11 masih berlaku sampai ada undang-undang dan ketentuan-ketentuan yang disebutkan dalam TAP MPR Nomer 11 itu. "Jadi, kalau akan ada penyelesaian adalah melalui jalur hukum dengan melaksanakan proses hukum berikutnya atau dengan undang-undang yang memperbaiki undang-undang tindak pidana korupsi dengan memasukkan bagaimana menyelesaikan kasus hukum Pak Harto. Apakah dengan pengadilan ib abstensia atau menunggu dia sampai sembuh betul atau dengan cara-cara yang dibenarkan oleh hukum," paparnya. Tentang sikap PKS sendiri, Hidayat menuturkan, sebagaimana yang disampaikan Fraksi PKS DPR RI. PKS menegaskan kembali agar kasus hukum Pak Harto dilanjutkan, baru kemudian setelah beliau diketahui salah atau tidak ditentukan tindakan hukum berikutnya. Menanggapi SKPP Jaksa Agung, menurut dia, memang merupakan satu hal yang harus dikaji dengan lebih cermat dengan munculnya SKPP Jaksa Agung itu. "Apakah berarti sudah menyelesaikan seluruh perintah dalam TAP MPR, ini memang perlu kajian tersendiri. Tetapi penyelesaian TAP MPR tidak satu pintu dengan SK PP," ucapnya. Tetapi SKPP, ujar dia, telah menjadi problema hukum tersendiri yang sedang diperdebatkan ahli hukum. Pemerintah sendiri belum membuat keputusan final, SKPP jangan menjadi keputusan yang menghalangi terlaksananya TAP MPR pada tingkat yang paripurna, KPK sendiri akan mengambil alih dari Jaksa Agung kalau ada intervensi.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006