Jakarta (ANTARA) - Kuasa hukum pihak terkait dalam perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 Risky Dewi Ambarwati mengatakan sistem pemilihan umum proporsional terbuka merupakan bentuk kemajuan dalam praktik berdemokrasi.

"Sistem ini merupakan antitesis dari sistem yang sebelumnya, yakni sistem proporsional tertutup yang digunakan saat Orde Lama dan Orde Baru," kata Risky Dewi Ambarwati pada sidang lanjutan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Kamis.

Menurut Risky, permohonan yang disampaikan pemohon dalam pengujian undang-undang a quo merupakan bentuk dari kemunduran demokrasi yang pada intinya meminta kembali penerapan sistem proporsional tertutup.

Di hadapan majelis hakim, dia mengatakan sistem pemilu yang diterapkan saat ini merupakan praktik yang ideal. Alasannya, melalui sistem tersebut maka memungkinkan seseorang dengan beragam latar belakang sosial untuk ikut serta dalam politik elektoral.

"Dengan sistem semacam ini pula (proporsional terbuka) warga bisa turut mewarnai dalam tubuh partai," kata dia.

Baca juga: BPHN: Perlu kajian terkait sistem pemilu proporsional tertutup-terbuka

Pada kesempatan itu, Risky menyatakan delapan dari sembilan fraksi di DPR RI juga bersepakat atau mengeluarkan pernyataan sikap bersama bahwa Pemilu 2024 tetap dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.

Mengenai dalil pemohon yang pada intinya menyatakan pelaksanaan sistem proporsional terbuka mengakibatkan kerumitan dalam pemilu, pihak terkait (Partai NasDem) memandang baik sistem proporsional terbuka maupun tertutup merupakan konsekuensi dari pelaksanaan sistem demokrasi.

Dengan kata lain, tidak ada jaminan apabila sistem pemilu proporsional tertutup dilaksanakan maka bisa terhindar dari dalil-dalil sebagaimana yang disampaikan para pemohon.

Baca juga: Hasto: Proporsional tertutup hadirkan anggota dewan "based on quality"

Sebaliknya, dia berpandangan sistem proporsional terbuka lebih ideal jika dibandingkan sistem proporsional tertutup. Dalam Pasal 22 e Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 diatur soal konstruksi partai politik sebagai penentu dalam pemilihan anggota DPR dan DPRD.

Pihak terkait juga menilai proporsional terbuka tidak mereduksi partai politik sebagai penentu anggota DPR atau DPRD. Namun, partai politik tetap dapat mengajukan calon anggota legislatif yang akan dipilih konstituen.

"Hal tersebut jauh lebih bermanfaat membantu rakyat, mempermudah dan menentukan siapa calon yang akan dipilih," ujar Risky.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023