Jakarta (ANTARA) - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI menekankan pentingnya harmonisasi regulasi yang dibuat oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait transformasi digital untuk menghindari peraturan yang tumpang tindih.

Kepala Seksi Penyusunan dan Penyelarasan Rancangan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Kemenkumham Ferry Gunawan dalam diskusi "Memetakan Tantangan Infrastruktur Digital Indonesia" yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa, mengatakan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah harus dipastikan tegak lurus dengan peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat.

"Dalam konteks peraturan menteri, seluruh kementerian atau lembaga, dalam menyusun kebijakan itu harus menyampaikan ke kita untuk dilakukan harmonisasi. Pemerintah daerah pun, baik pemda maupun kabupaten dan kota, harus dilakukan harmonisasi melalui kepanjangan tangan kita di kantor wilayah," kata Ferry.

​​​Ferry tak menampik bahwa saat ini masih ditemukan disharmonisasi antara Peraturan Daerah (Perda) dengan peraturan yang dikeluarkan oleh kementerian atau lembaga di pusat. Disharmonisasi itu, menurut dia, salah satu penyebabnya adalah over regulasi.

Selain perlunya harmonisasi secara vertikal, harmonisasi juga perlu dilakukan terhadap materi muatan, pembagian kewenangan, dan teknik. Ferry juga mengingatkan bahwa baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus melibatkan unsur-unsur terkait saat membuat peraturan.

"Harus dilibatkan. Pemerintah, asosiasi, masyarakat, itu sangat penting sekali. Supaya kita tahu kebijakan itu akan dibawa ke mana," kata Ferry.

Baca juga: BPKN: Akses internet jadi bagian hak asasi manusia

Sependapat dengan Ferry, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Henry Darmawan Hutagaol menambahkan harmonisasi juga harus dilakukan baik dalam hal perumusan pasal maupun penafsiran. Penafsiran, menurut Henry, adalah hal yang sangat sensitif sehingga harmonisasi diperlukan supaya tidak ada penafsiran yang berbeda antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Kalimat-kalimat yang ada dalam undang-undang tidak boleh rancu guna menghindari multitafsir, kata Henry.

Ketua Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (APJATEL) Jerry Mangasas Swandy juga mengatakan hal serupa. Menurut dia, salah satu hal terpenting yang harus digarisbawahi adalah peraturan-peraturan terkait pembangunan jaringan.

"Diperlukan koordinasi antar kementerian/lembaga dan penyesuaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang sesuai dengan visi dan misi Presiden RI, di mana salah satu proyek utamanya adalah pembangunan infrastruktur TIK untuk percepatan akses internet di Indonesia," kata Jerry.

Baca juga: Apjatel berharap penataan kabel udara tidak bebani masyarakat

Baca juga: Kemendikbudristek dorong transformasi pendidikan lewat digital

Baca juga: Menparekraf paparkan sejumlah program hadapi era transformasi digital

Baca juga: DLA Kemenkominfo 2022 pacu transformasi digital sektor privat & publik

Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023