Hong Kong (ANTARA) - Sejumlah anggota badan penasihat politik China mengusulkan langkah-langkah untuk meningkatkan angka kelahiran di negara tersebut, salah satunya dengan mengizinkan wanita yang belum menikah untuk memiliki anak.

Pada tahun lalu, populasi China turun untuk pertama kalinya dalam 60 tahun.

Sejumlah usulan untuk meningkatkan angka kelahiran mengemuka jelang Konferensi Permusyawaratan Politik Rakyat China (CPPCC) yang akan dimulai pada 4 Maret.

Pertemuan tahunan itu bersamaan waktunya dengan Kongres Rakyat Nasional (NPC) China yang akan memperkenalkan kepemimpinan baru di bawah Presiden Xi Jinping.

China harus mencabut status perkawinan sebagai syarat mendaftarkan bayi yang baru lahir, kata Xie Wenmin, anggota badan penasihat politik China, kepada harian China Global Times pekan ini.

Dengan demikian, pasangan yang belum menikah juga bisa memiliki anak dan mendaftarkan anak mereka secara hukum layaknya pasangan yang sudah menikah.

Kebijakan itu memungkinkan perempuan lajang memiliki hak yang sama dengan wanita yang sudah menikah untuk mendapatkan layanan kesuburan.

Undang-undang China saat ini hanya membolehkan wanita yang sudah menikah untuk melahirkan.

Namun, beberapa provinsi seperti Sichuan pada Februari sudah mulai mengizinkan para lajang untuk memiliki anak.

Populasi China yang terus menyusut mendorong pemerintah untuk meluncurkan insentif dan langkah-langkah guna meningkatkan populasi.

Langkah-langkah yang diusulkan antara lain perpanjangan cuti melahirkan, pemberian tunjangan dan insentif pajak bagi yang memiliki anak, dan subsidi perumahan.

Cuti bagi sang ayah juga harus ditambah sehingga bisa berbagi tanggung jawab mengasuh anak, kata peserta CPPCC Gan Huatian pada Rabu.

Tak hanya itu, keluarga yang memiliki anak ketiga, yang lahir setelah 2024, juga harus mendapatkan pendidikan perguruan tinggi secara gratis, kata peserta CPPCC Zhao Dongling pada Kamis.

Usulan Zhaoi itu menjadi salah satu topik terpopuler di media sosial China, Weibo.

Krisis demografi China sebagian besar disebabkan oleh kebijakan satu anak yang diberlakukan pada 1980--2015.

Meskipun pemerintah telah mencabut kebijakan tersebut, warga tetap memilih untuk memiliki sedikit anak karena tingginya biaya pengasuhan dan pendidikan anak.

Pada tahun lalu, angka kelahiran di China turun ke rekor terendah, yakni 6,77 kelahiran per 1.000 orang.

Jilin, kota di timur laut China yang merupakan salah satu wilayah dengan tingkat kelahiran terendah di negara itu, telah mengubah aturannya pada 2002 untuk mengizinkan wanita lajang menjalani program bayi tabung (in vitro fertilization/IVF).

Akan tetapi, kebijakan itu tak berdampak signifikan karena program tersebut masih dilarang secara nasional di bawah Undang-Undang Komisi Kesehatan Nasional.

Anggota badan penasihat politik China Lu Weiying mengatakan kepada Global Times pekan ini bahwa dia akan mengusulkan pemberian izin untuk wanita yang belum menikah agar dapat mengakses pembekuan sel telur demi menjaga kesuburan.

Dia juga mengatakan akan mengusulkan untuk memasukkan perawatan infertilitas dalam sistem asuransi kesehatan masyarakat.

Saat ini, IVF dan pembekuan sel telur masih dilarang di China bagi wanita yang belum menikah.

Sumber: Reuters

Baca juga: Populasi China susut pertama kalinya setelah lebih dari 60 tahun
Baca juga: Kota di China timur tawarkan subsidi keluarga anak lebih dari satu


Penerjemah: Shofi Ayudiana
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2023